Blog Slamet Priyadi :
"Sjak Puisi Ki Slamet 42"
Selasa, 11 September 2018-02:50 WIB
"Sjak Puisi Ki Slamet 42"
Selasa, 11 September 2018-02:50 WIB
Ki
Slamet Priyadi 42 :
“SANG BOMANTARA”
Pupuh
VII ( 1 – 24 )
7.
Gugurnya
Maharaja Jantaka
(1)
Berkatalah
Maharaja Bomantara kepada keempatnya:
“Hai
kalian para menteri Jantaka dari negeri Mandura,
Sungguh
kalian patih-patih yang tiada bertatakrama
Kalian
hendak lawan aku ke mana rajamu si Jantaka?
Kenapa
tak ke luar, malah kalianlah yang disuruhnya?”
(2)
Patih
Saksanamantri amatlah marahnya lalu berkata:
“Hai
Boma, kau ini seorang raja tapi kau punya bicara
Layaknya
seorang pengalasan, tak punya tata krama,
Sungguh
kau tiada berbudi dan banyak pula bicara!”
Patih
Saksana tikamkan senjata ke dada Raja Boma,
(3)
Akan
tetapi senjata itu seperti membentur besi baja
Tubuh
Sri Maharaja Boma ternyata keballah senjata
Patih
Saksana pun keluarkanlah senjata andalannya
Yang
didapatnya darilah bertapa bernama candrasa
Tetapi
secepat kilat candrasa itu direbut Raja Boma
(4)
Lalu
dihujam ke arah perut dan dada Patih Saksana
Maka
tewaslah ia meregang nyawa seketika itu juga
Patih
Sela pun cepat mengeluarkan anak
panahnya
Lalu
dipanahnyalah leher Sang Maharaja Bomantara
Itu
pun tak juga bisa melukai Boma Raja Trajutrisna
(5)
Maka
Raja Boma keluarkan gada sipencabut nyawa
Sambil
melompat gada diayun ke kepala Patih Sela
Patih
Sela gugur bersama dengan pecahnya kepala
Menyaksikan
akan peristiwa tragis itu Patih Asmara
Betapalah
berangnya, maka ia pun keluarkan trisula
(6)
Dia
melompat sebat, trisula dihujam ke dada Boma
Tapi
luput jua, karena Boma terus rapal aji kebalnya
Senjata
Trisulanya, justru malah patah menjadi tiga
Maka
Patih Asmara pun keluarkan senjata gadanya
Perang
gada pun terjadi dengan amatlah serunya
(7)
Patih
Asmara dan Raja Boma sama ayunkan gada
Kedua
gada pun saling benturan timbulkan suara
Memekakkan
telinga, nampak gada Patih Asmara
Pecahlah
berkeping-keping, gada Maharaja Boma
Teruslah
melayang membentur dada Patih Asmara
(8)
Maka
patih Asmarapun regang nyawa saat itu juga
Gugurnya
ketiga patih Raja Jantaka buat Patih Jaya
Dendamnya
semakin Berkobar laksana api dahana
Ia
pun cepat lah hunus keris pusaka Dantah-ismara
Yang
penuh bisa, Lalu ditikamnya dada Raja Boma
(9)
Tetapi
tetap tiada bisa lukai tubuh sang Wisnu Putra
Sebab
kebal saktinya adalah anugerah dari ayahnya
Maka
Raja Boma pun tangkaplah tangan Patih Jaya
lalu
rebutlah keris Dantah-ismara serayalah berkata:
“Patih
Jaya, minta ampunlah kepadaku Raja Boma!”
(10)
“Hai
Boma, sampai mati aku tak kan berpaling muka
Daripada
raja yang aku perhamba Maharaja Jantaka
Tak
sudi aku mohon ampun kepadamu raja raksasa
Yang
tak berbudi sama sekali tak punya tata kerama
Demil
mendengar kata-kata hinaan Patih Jaya, maka
(11)
Raja
Bomantara pun langsung tikam dada Patih Jaya
Dengan
keris milik Patih Jaya sendiri, Dantah-ismara
Lalu
Patih Jayapatih pun tewaslah pada saat itu juga
Maharaja
Jantaka yang lihat empat patihnya perlaya
Dendamnya
kepada Raja Boma semakin menggelora
(12)
Maka
Raja Jantaka pun datanglah hampiri Raja Boma
Demilah
melihat Raja Jataka, Raja Boma pun berkata:
“Huaaah...
Raja Jantaka, rupanya kau muncullah juga,
Kenapa
kau tak bawa Dewi Januati puterimu tercinta,
Sebagai
tebusan akan kematianmu itu Raja Jantaka?”
(13)
Betapa
marahnya Raja Jantaka dengar sesorah Boma,
Ia
pun berkata: “Boma, kau raja raksasa tak tahu basa,
Meskipun
aku mati takkan kuserahkan putriku tercinta
Dewi
Januati pada raja raksasa tiada kenal tata-krama
Tak
sah banyaklah kata, hadapilah aku Raja Jantaka!”
(14)
Kata-kata
Raja Jantaka membuat murka Raja Boma,
Dia
keluarkanlah senjata gada hampiri Raja Jantaka
Kemudian
sekuatnya dipukulkan ke arah kepalanya
Tetapi Raja Jantaka luput dari pukulan gada Boma
Maka
Raja Boma keluarkanlah anak panah saktinya
(15)
Dipanahnya
berulang-ulang kali Maharaja Jantaka,
Tetapi
tak satu panah-panah itu dapat melukainya
Keadaan
ini membuat Raja Boma betapalah murka
Segala
senjata sakti, telah semua dipergunakannya
Namun
luput semua tiada bisa bunuh Raja Jantaka
(16)
Maka
Raja Boma keluarkan senjata pamungkasnya
Panah
Cakra anugerah dari ayahnya, Wisnu Batara:
“Wahai
Raja Jantaka, kau terimalah ini panah Cakra
Anugrah
ramandaku Sang Sri Mahawisnu Batara !”
Demi
melihat panah Cakra, berkatalah Raja Jantaka:
(17)
“Hai
Raja Boma, seharusnya sejak tadi panah Cakra
kau
gunakan untuk membunuhku agar aku perlaya
Senjata
Wisnu itu yang sejak tadi aku menungunya.”
“Baik,
sambutlah kematianmu hai Maharaja Jantaka,
Terimalah
ini Cakrabaswara!” kata Raja Bomantara.”
(18)
Maka panah Cakra melesat tepat mengenai dada
Raja
Jantaka, darah mengucur deras dari dadanya
Yang
luka menganga terkena panah Cakrabaswara
Sebab
kesaktiannya ia masih bertahan dan bicara:
“Hai
Raja Boma putra Dewa Wisnu, sesungguhnya
Ajalku
ada di tanganmuamu lewat Cakrabaswara,
(19)
Oleh
sebab itu aku tak pernah mau membalasnya
Segala
seranganmu sebab yang kutunggu hanya,
Senjata
Cakrabaswara ini!” panah itu pun segera
Dilontarkan
Raja Jantaka kepada Raja Bomantara
Seraya
berkata: “Ini Kau Ambil lagi panah Cakra,
(20)
Panah
Cakra itu tepat mengenai dada Raja Boma
Maka
tewaslah Sang Raja Boma seketika itu juga
Tetapi
ketika tubuhnya jatuh tersentuh tanah dia
Bangkit
lagi, betapa beranglah Maharaja Jantaka
Maka
segera dia pun naiklah ke atas Wilmananya
(21)
Berkatalah
Raja Jantaka kepada Maharaja Boma:
“Hai
Boma Raja yang tiadalah punya tata-krama,
Ketahuilah
akupun dapat anugerah dari Dewa
Pabila
mati bukan atas mauku, itu tak akan bisa
Ajalku
ada di tanganmu, dengarlah aku berkata:
(22)
“Aku
pun sudahlah jemu hidup di dalam dunia
Tapi
katamu agar aku serahkan putriku tercinta
Dewi
Januati pada raja yang tak bertata-krama,
Bagiku
Itu merupakanlah perbuatan hina-dina,
Maka
Keluarkan panah saktimu Samoga-moga,
(23)
Hanya
dengan senjata anugerah Dewa Brahma
Samoga-moga
itu yang bisa buat aku perlaya!”
Setelah
mendengar kata-kata Maharaja Jantaka
Maharaja
Bomapun ambil panah Samoga-moga
Dilepasnya
panah itu ke arah dada Raja Jantaka
(24)
Panah
Samoga-moga, anugrah Dewa Brahma
Pun
melesat tembus ke dada Maharaja Jantaka
Yang
seketika itu juga, tewaslah gugur perlaya
Bersamaan
dengan gaibnya mayat Raja Jantaka
Gaib
pula panah Samoga-moga Dewa Brahma.
Kp.
Pangarakan, Bogor
Sabtu,
1 September 2018
Pukul
: 12:27 WIB
REFERENSI
:
Balai
Pustaka, “Sang Boma”
Penerbit
: Balai Putaka 1978
Tidak ada komentar:
Posting Komentar