Sabtu, 30 Mei 2015

DI SAAT JIWA LAYANG KEMBARA Karya : Slamet Priyadi 42

Image "Ki Slamet 42 ( Foto: SP)
Ki Slamet 42

DI SAAT JIWA LAYANG KEMBARA
Karya : Slamet Priyadi 42

Saat rasa kantuk itu menjalar perlahan di mata
Saat malam pun semakin diselimuti gelap gulita
Ada bisik-bisik gaib mengiang-ngiang di telinga
Agar aku pejam mata sirnakan kesadaran raga

Maka ‘ku baringkan tubuh dan pejamkan mata
Tidur terlentang, silang kedua tangan di dada
Jasad beku jiwa pun suka-suka layang kembara
Arungi alam kekosongan nan sunyi sepi, hampa

Aku seperti berada di suatu alam yang tak ada
Tak ada tanah, air, api, udara, hewan, manusia
Tak ada pikir dan rasa, tak ada suka dan duka
Dan, jiwaku pun  seperti menyatu di dalamnya

Di dalam perjalanan akhir jiwa layang kembara
Jiwaku pun kembali bersemayam ke dalam raga
Kesadaranku pun kitari di alam pikir dan rasa
Di alam ketiadaan hanya atma Tuhan yang ada

Bumi Pangarakan, Bogor
Minggu, 31 Mei 2015 – 01:WIB

Minggu, 24 Mei 2015

“PANASNYA CUACA DI BULAN MEI” Karya : Slamet Priyadi 42

Image "Aki Slamet Priyadi 9 ( Foto: SP )
Aki Slamet Priyadi 42
 
“PANASNYA CUACA DI BULAN MEI”
Karya : Slamet Priyadi 42

Panasnya sinar sang Mentari bulan Mei di sepanjang pekan ini
Keringkan tumbuhan rumput ilalang yang berjejer layu lunglai
Di tepi sisian selokan yang airnya pun tak mengalir lancar lagi
Ikan-ikan cecere tak bisa bergerak bebas bahkan banyak mati
Ular-ular air tak mau menyantapnya sebab cecere terasa basi

Sudah tiga pekan panas Surya  masih serasa membakar bumi
Air kali Cisadane yang mengalir jernih untuk cuci dan mandi
Juga kering hanya pasir batu yang berserakan di tengah kali
Tidak ada lagi bunga warna-warni yang tumbuh indah di tepi
Merona terpercik gemercik air Cisadane yang semakin sunyi

Hamparan sawah yang membentang luas tiada dipenuhi padi
Yang nampak dari kejauhan hijau-kekuningan di  waktu pagi
Burung-burung pipit yang biasa melayang-layang kian kemari
Tak lagi nampak hiasi luasnya persawahan yang semakin sepi
Dan, burung-burung bangau pun hilang entah kemana pergi

Nyanyian katak bangkong yang berkwek kong di malam hari
Tak pernah terdengar lagi memecah heningnya malam sunyi
Yang terdengar hanyalah suara kendaraan yang tiada henti
Bersenandung parau di sepanjang siang, malam, hingga pagi
Merayap perlahan di atas jalan rusak berlubang bagai perigi

Cuaca panas terik yang datang di di hampir empat pekan ini
Setelah sebelumnya hujan deras terus guyur seluruh negeri
Langsung maupun tak langsung pengaruhi sikap laku insani
Di dalam hadapi masalah keluarga, masyarakat dan instansi
Apa lagi situasi politik di dalam negeri nampak makin anarki

Utan Kayu Selatan,
Minggu, 24 Mei 2015 – 16:18 WIB

Selasa, 19 Mei 2015

KAU SEMAPUT AKU KALANG KABUT Karya : Slamet Priyadi 42





KAU SEMAPUT AKU KALANG KABUT
Karya : Slamet Priyadi 42

Aku  jadi tidak mengerti tiba-tiba saja  kau semaput
Jatuh tersungkur tidur mendengkur di atas rumput
Aku jadi bingung jalan mundar-mandir kalang kabut
Tapi untung saja aku ingat di tasku ada minyak urut
Kuborehkan minyak kuurut pundakmu dengan sikut
Sebentar kau pun sadar wajahmu pun tak lagi kusut

Dan kita pun lanjutkan lagi jalan kaki menuju krukut
Untuk berobat di rumah abah Sukma asli dari Garut
Pendekar sakti yang bisa obatin segala penyakit akut
Kena teluh, santet,  guna-guna yang bisa bikin maut
Jadi hilang cuma dengan kunyah daun sirih di mulut
Sambil kumat-kamit baca mantra penolak bolokemut

Di trotoar jalan bawah pohon syeri ada nenek keriput
Yang sedang makan  nasi uduk  pengisi laparnya perut
Pakaian cumpang-camping rambut panjang awut-awut
Meski debu berterbangan di  jalan membentuk kabut
Nenek tua itu tetap makan nasi uduk dengan ngebut
Karena perutnya lapar tak bisa lagi diajak bersambut

Ketika lalu-lintas di jalan semakin macet semerawut
Tiba-tiba kau tersungkur lagi dan pingsan  semaput
Untung saja pas sampai di rumah abah Sukma Garut
Yang cepat datang bantu mengangkat dan mengurut
Abah sukma usap pundakmu dua kali berturut-turut
Sebentar kau sadar meski wajah masih nampak butut

Persis pukul dua belas siang tepat tengah hari bolong
Aku ajak kau untuk pulang kampung saja di Cikalong
Karena udara dan cuaca di Jakarta  tak bisa sokong
Keadaan fisikmu yang lemah masih suka merongrong
Ditambah di tiap instansi di jalan sepi banyak garong
Aku tak mau lagi kau semaput aku yang kalang kabut

Rabu, 20 Mei 2015 – 09:42 WIB
Slamet Priyadi di Bumi Pangarakan, Bogor