Kamis, 24 September 2015

“KISAH MELAS SI RAJA CULAS” Karya : Ki Slamet 42


“ KISAH MELAS SI RAJA CULAS ”
Karya : Ki Slamet 42

Berkisah yang empunya cerita, bahwa konon dahulu kala
Ada kerajaan yang aman, tenteram dan damai ba’ swarga
Tarberlahnamo namanya,  yang diperintah raja bijaksana
Yang teramat cinta, sayang dan memperhatikan keluarga
Miliki beberapa putera, dan puteri dari permaisuri jelita

Tetapi,  kebahagiaan keluarga raja itu  hanya sementara
Tiadalah  berlangsung lama,  karena raja mudah tergoda
Oleh kemolekan dan kecantikan wajah gadis muda belia
Yang dijumpa di tengah jalan saat hendak berburu rusa
Di belantara,  tiada jauh dari Tarberlahnamo sisi Utara

Sebab kecantikjelitaan serta kelembutan bertutur sapa
Dari sang gadis muda belia,  sang Raja lupalah segalanya
Tiada banyak kata, raja persunting menikahi gadis muda
Meski sang permaisurinya dan semua putera,  puterinya
Tiadalah senang menentang berang dengan amat murka

Tiga purnama berlalu maka ratu kedua raja hamil muda
Demi ketahui hal ini,  Sang Raja sama sekali tiada suka
Tak mau ambil resiko dengan kemarahan ratu pertama
Dan, putera-puterinya, timbullah sifat culas sang Raja
Maka, muncul niat jahat untuk singkirkan Ratu kedua

Suatu ketika, Sang Raja mengajak Ratu kedua tamasya
Naik perahu arungi sungai yang ada di dalam belantara
Saat Ratu Kedua menikmati keindahan alam panorama
Tiba-tiba Sang Rajapun mendorong tubuh Ratu Kedua
Hingga tubuhnya jungkal jatuh ke dalam sungai calaka

Ratu kedua menjerit minta tolong,  Raja diamkan saja
Meski hatinya iba,  namun tetap tak mengacuhkannya
Sang Raja cuma bisa menatap tubuh Sang Ratu muda
Yang megap-megap terbawa arus deras sungai Calaka
Hingga terus hanyut ke hilir di alam hutan belantara

Dikisahkan seorang pemancing ikan di Sungai Calaka
Yang melihat dan segera cepat menolong Ratu kedua
Yang dicelaka oleh Raja Tarberlahnamo Si culas Raja
 Sebab tak mau retak hubungan harmonisasi keluarga
Pecah dengan Ratu Pertama dan putera – puterinya

Singkat cerita di tengah hutan di hilir Sungai Calaka
Hidup tentram, rukun,  damai satu keluarga bahagia
Mereka hidup hanya bertiga saja, seorang kakek tua
Dan seorang ibu separuh baya, pun seorang pemuda
Yang nampak tampan,kuat,kokoh dan gagah perkasa

Mereka si Pengail, Ratu Kedua, dan seorang pemuda
Yang tiada lain, putera Raja Tarberlahamo  bernama
Aji Bonar, yang tumbuh jadi pemuda tampan perkasa
Bermain gasing, memancing ikan Aji Bonar amat suka
Dalam setiap pertandingan gasing ia selalulah berjaya

Pintaran Aji Bonar main gasing terdengar ke teilnga
Si Putra Raja Tarberlahnamo yang terkenal jumawa
Yang juga gemar main gasing  dengan taruhan benda
Demi mendengar kabar,  Aji Bonar selalulah berjaya
Putera raja pun undang Aji Bonar datang ke istana

Aji Bonar tak mau buang kesempatan bertemu muka
Dengan putera Raja Tarberlahnamo, sebab itu maka
Ia segeralah datang dengan rasa riang ke istana raja
Kabulkan undangan tanding gasing sang putera raja
Yang memang sudah tak sabar menantinya di Istana

Kehadiran Aji Bonar di istana disambut putera raja
Meski nampak ceria lakunya seperti meremehkannya
Namun Aji Bonar tiadalah mau pedulikan itu semua
Ia berbulat tekad untuk kalahkan gasing putra raja
Yang selalu berseloroh tak ada bisa mengalahkannya

Singkatlah kisah, bersapa katalah yang punya cerita
Di dalam pertandingan itu, gasing Aji Bonar berjaya
Kalah dalam adu gasing,  buat hati sang putera raja
Makin penasaran dan tak menjadikannya untuk jera
Meskipun kalahan demi kalahan teruslah dialaminya

Dari bertaruh kecil hingga bertaruh besar taruhnya
Gasing Putra Raja Tarberlahnamo, tak  pernah bisa
Kalahkan gasing Aji Bonar,  yang  terus saja berjaya
Putra Raja pun,  kian penasaran atas  kekalahannya
Perasaan malu  berkecamuk,  gelorakan amarahnya

Suatu saat, Aji Bonar ditantang Sang Putera Raja 
Tanding gasing ulang disaksikan seluruh rakyatnya
Dalam rangka, menentukan harkat, martabat Raja
Aji Bonar pun ke pondoknya di hilir Sungai Calaka
Ajak ibu,  pengail  ‘tuk turut ke istana bersamanya

Pada hari yang ditentukan,  rakyar datang ke sana
Gelanggang tanding gasing di lapangan alun istana
Antara dua saudara,  putera Tarberlahnamo  raja
Aji Bonar dari Sungai Calaka,  dan Putra Jumawa
Disaksikan pula sang permaisuri dan Si Culas Raja

Dengan sikap emosi dan angkuhnya Putra Jumawa
Umumkan kepada semua rakyat yang hadir di sana 
Bahwa, jikalau Aji Bonar bisa menang dari dirinya
Di dalam pertandingan beradu gasing kali ini maka
Akan beri kerajaan dan akui Aji Bonar sebaga raja

Ditandai suara pukulan bende  di alun-alun istana
Dimulailah tanding gasing Bonar melawan Jumawa
Gasing Aji Bonar berputar cepat,  kuat bertenaga
Demikian pula, dengan gasing milik Putra Jumawa
Tapi, gasing Aji Bonar ternyata lebih kuat berjaya

Gemuruh sorak-sorai di gelanggang alun-alun istana
Sambut gembira atas kemenangan Aji Bonar Putra
Sementara Putra Jumawa, sirnalah keangkuhannya
Akui kekalahannya dari Aji Bonar yang sebenarnya
Bukanlah lain,  dia  adalah saudara seayahnya juga

Melihat, menyaksikan sendiri  kekalahan Putranya
Raja Takberlahnamo tak lagi bisa berbuat apa-apa
Ia pun turut ikhlasrelakan Negeri dan kerajaannya
Diberikan pada Aji Bonar  putera dari ratu kedua
Yang Dibuangnya dulu saat hamil di Sungai Calaka

Pada hari itu pula Aji Bonar diangkat menjadi raja
Kerajaan Takberlahnamo diperintah raja bijaksana
Rakyatpun hidup rukun, damai, makmur sejahtera
Meski Aji Bonar telah menjadi raja yang berkuasa
Ia tetap berprinsip, persatuan harus paling utama

Bumi Pangarakan, Bogor
Kamis, 24 September 2015 – 09:17 WIB

Sabtu, 19 September 2015

"AJARI SIKAP MANDIRI" Karya : Ki Slamet 42

“AJARI SIKAP MANDIRI“
Karya : Ki Slamet 42

Pada saat awal adanya, tiada ananda miliki daya
Hanya bisa bergantung pada belas kasih semata
Dari orang tua, pun orang-orang lain sekitarnya
Seiring berlalunya waktu, ‘tuk langkah ke muka
Ananda siap diri, keras berupaya sekuat tenaga
Lepas dari temali kebergantungan, dan percaya
Pada kemampuan dan kemandirian baik dikelola
Bertanggung jawab sepenuhnya pada atma rasa

Bagi kembang jiwa dalam kehidupan sosial nyata
Yang penuh dengan gejolak rasa-rasa kasat mata
Tentang bingung kecewa berkeluh kesah karena
Orang tua masihlah dominasi kehendak cita-cita
Sang putera yang berlawan dengan keinginannya
Dan,  sikap kukuh dalam kengototan orang tua
Pun telah sirnahilangkan kemandirian si ananda
Dalam bersikap sebagai simbol identitas jiwanya

Dalam kembang jiwa ananda pasti harap sangat
Orang tua beri sempatan tuk ananda semangat
Kembangkan sikap mandiri  didalam kuak jagat
Dengan kemampuan yang dimiliki melekat kuat
Ambil inisiatif dan putusan pun cepat didapat
Belajar mempertanggungjawabkan segala hasrat
Ada rasa percaya diri dan berpikir cepat tepat
Bisalah melihat, mampu membaca segala gelagat

Orang tua berilah motivasi agar ananda sempat
Belajar untuk bersikap mandiri,  kuat merapat
Mampu kelola segala masalah yang menghambat
Mengejawantah menjadi energi yang menggeliat
Terus gelorakan sikap mandiri,  pacu semangat
Tuk maju  dalam kemandirian yang kokoh kuat
Mampu berinteraksi dengan bergaul mendekat
Pada orang lain, tanpa bergantung dan terikat

Bumi Pangarakan, Bogor
Minggu, 20 September 2015 - 06:16 WIB

Jumat, 18 September 2015

WAJAH-WAJAH ITU KEMBALI SUMRINGAH” Karya : Ki Slamet 42

Di Pantai Senggigi NTT (Foto: SP)

"WAJAH-WAJAH ITU KEMBALI SUMRINGAH”
Karya : Ki Slamet 42

Geliat sang Surya itu makin keras meronta berang
Cahaya panasnya buat perut bumi merasa gamang
Sebab tak bisa lagi pancarkan air ke pintu lawang
Alam tetumbuhan menjadi kian kering kerontang
Dedaunan di ranting pohon berguguran melayang
Tiada lagi warna segar kehijauan hias terpampang
Menghampar di  persada bumi Garuda Ngelayang

 Bumi Pertiwiku kini tak lagi berwajah sumringah
Kulit tanah keriput, pecah berbongkah-bongkah
Tiada ada lagi lelaki petani yang membajak sawah
Karena tanah pematang kerontang lenyap basah
Katak bangkong tak nyanyi cuma bisa mendesah
Burung bangau, dan emprit pun tak mau singgah
Semuanya berduka, berganti harap kian melelah

Kecemasan, kegalauan, ketakutan menteror rasa
Kedamaian sirna, jiwapun semakin gundah gulana
Membelenggu mengikat kuat lingkaran batas usia
Duka mencuat,  sedih berpamrih, klimaks berdoa
Berharap kasih Tuhan,  akanlah lembut menyapa
Lewat  pancar sinar Surya,  suburkan bumi sada
Yang bertanah warna merah berwajah duka lara

Dan, wajah-wajah kembali sumringah penuh ceria
Di saat keinginan, dan harapan itu menjadi nyata
Hujan turun lebat membahana, deras menggelora
Sirami mandi Sang Dewi Pertiwi di bumi maniloka
Kesuburan, kehijauan alam, kembali hiasi persada
Mengukir relief-relief indah di lubuk hati bahagia
Curahan ekspresi,  ejawantah suasana dalam jiwa

Bumi Pangarakan, Bogor
Sabtu, 19 September 2015 - WIB