Blog Slamet Priyadi
"Sajak Puisi Ki Slamet 42"
Selasa, 25 September 2018 - 06:00 WIB
"Sajak Puisi Ki Slamet 42"
Selasa, 25 September 2018 - 06:00 WIB
Ki
Slamet Priyadi 42 :
“SANG BOMANTARA”
Pupuh
X ( 1-52 )
10.
Raja Bomantara Membunuhi Para Pertapa
(1)
Alkisah Raja Boma bertitah binasakan para pertapa
Maka Boma pun perintahkanlah Patih Wira
Angkasa
Dan Patih Pralemba : “Hai kalian, para
patih berdua,
Pergilah kalian, dan binasakan semua para pertapa
Di atas gunung Jingga Biru dan di gunung
Angkasa.”
(2)
Patih Wira Angkasa dan Patih Pralemba pun
segera
Melaksanakanlah perintah Sri Maharaja
Bomantara
Maka keduanya, beserta beberapa prajurit raksasa
Pergi ke
gunung Jingga Biru dan gunung Angkasa
Setelah sampai, banyaklah pertapa terdapat
di sana
(3)
Tanpa bicara lagi, kedua patih dan pasukan
raksasa
Membunuhbinasakan semua para pertapa yang
ada
Sedangkan mayat-mayat dari sekalian para
pertapa
Dimangsa prajurit raksasa, yang hidup dan
luka-luka
Berlindung pada Begawan Anggi, Begawan Karanda
(4)
Berkatalah mereka itu: “Duh Begawan berdua
bahwa,
Jikalau tiada pertolongan dari tuan
begawan berdua,
Maka, niscayalah semuan para pertapa yang
berada
Di atas gunung Jingga Biru, dan di gunung
Angkasa
Pastilah
mereka semuanya itu akan habislah binasa
(5)
Mendengar penuturan dari para pertapa,
maka
Begawan Anggi dan Begawan Karanda berkata:
“Jika memang demikialah kejadian
peristiwanya
Marilah, kita laporkan saja kejadian ini
kepada,
Batara Guru selaku sang penguasa Jagadnata.”
(6)
Setelah tiba, maka merekapun bersujud
kepada
Betara Guru dan Batara Narada seraya berkata :
“Ya Sang Jagad Nata, hamba mendapatlah
berita
Maharaja Boma bunuhbinasakan semua pertapa
Di gunung Jinggabiru dan di gunung
Akangkasa
(7)
Di saat peritiwa itu terjadi, yang mulia Jagadnata
Berjumpa Begawan Jarakesti, dan segenap
dewa
Tuan, bukan itu saja, kinipun Kainderaan
Suralaya
Sudahlah dikuasai oleh sang Maharaja
Bomantara
Beserta para patih dan pasukan prajurit
raksasa.”
(8)
Demilah mendengar penuturan kata dari
pertapa
Sang Jagad Guru Nata berpikirlah dalam
hatinya :
“Maharaja Boma teramatlah dikasihi Batara
Krisna,
Hanya dia yang mampu mengalahkan Raja Boma
Karena dia pula yang beri anugerah
kesaktiannya.”
(9)
Maka Batara Guru perintahkan kepada para
dewa:
“Batara Anggi, Batara Narada, dan Karanda
Dewa,
Kanda pergilah sekarang menemui Batara Krisna
Laporkan segala awal-akhirnya genocide
pertapa
Yang dilakukan oleh nanda Maharaja
Bomantara!”
(10)
Merekapun melaporkan perlakuan Maharaja
Boma:
“Wahai tuan Batara Krisna,” berkata Batara
Narada.
“Jika tuan tak segera cegah nanda Raja
Bomantara
Di atas gunung Jingga Biru dan gunung
Angkasa,
Maka tiadalah ada lagi para pertapa di
Suralaya.”
(11)
Sehormatnya berkatalah Begawan Karanda
Dewa:
“Ya tuanku, karena hanya tuan Batara
Krisna saja
Yang dapat atasi kesaktian Maharaja
Bomantara
Sedangkan segala dewa-dewa dan
indera-indera
Sudah tiada lagi yang mampu ‘tuk
mengatasinya.”
(12)
Dengar tuturan Batara Narada dan Karanda
Dewa
Maka Batara Krisna titah Patih Aria
Setyaki segera
Memanggil anandanya Raden Samba
Prawirajaya:
“Wahai patih, cepatlah panggilkan Raden
Samba!”
“Baik, perintah tuan, patik junjung di
atas kepala.”
(13)
Patih Aria Setyaki pun menghadap Raden
Samba
Yang pada saat itu ia berada di keputeraan
wisma
Duduk di atas balai gading berhadaplah
bersama
Segala anak menteri, dan sekalian
hulubalang raja
Melihat Patih Aria datang, raden Samba
bertanya:
(14)
“Paman Patih, ada apa datang ke wisma
putera?”
“Oya, paman kemari karena titah dari
paduka raja
Agar ananda Raden segera menghadap
ayahanda
Sebab Begawan Narada, Begawan Karanda
Dewa,
Dan Begawan Anggi, titah dari Batara Guru
Nata
(15)
Agar bunuh Patih Wira Angkasa, Patih
Pralemba,
Sebab mereka atas perintah Maharaja
Bomantara
Telah porakporandakan dan bunuhi para pertapa
Di atas gunung Jingga Biru dan gunung
Angkasa,
Begtu
warta yang paman terima, Raden Samba!”
(16)
Konon cerita, demi mendengar begitu
wartanya,
Maka Raden Samba segera jumpai
ayahandanya,
Batara Krisna, lalu ia menyembah seraya
berkata:
“Ayahanda, segera perintahkanlah pada Ananda
Tuk membasmi segala raksasa denawa Raja
Boma
(17)
Yang telah bunuhilah para begawan dan
pertapa
Di atas gunung Jingga Biru dan Gunung
Angkasa.”
Betapalah suka dan bangganya sang Batara
Krisna
Kepadalah sang putera, Raden Samba
Prawirajaya
Apalagi Begawan Narada, Anggi,
Karanda Dewa
(18)
Kata mereka: “Duhai ananda Samba
Prawirajaya,
Bila manakah ananda akan berangkat ke sana
?”
Batara Krisna pun menjawab : “Esok hari
hamba
Akan menyerahkanlah Raden Samba Prawirajaya
Sekarang hamba akan beri bekal dulu
seperlunya
(19)
Setelah mendapatkan kepastian dari Batara
Krisna
Secepatnya Begawan Anggi, dan Begawan
Narada
Memohon diri. sedankan Begawan Karanda
Dewa,
Tinggal oleh sebab ia akan bersama Raden
Samba
Pergi ke gunung Jingga Biru dan gunung
Angkasa
(20)
Sepeninggal Bagawan Anggi dan Begawan Narada
Maka Raja Bala Dewa pun kembalilah ke
istananya.
Sedangkan Batara Krisna berkata pada
puteranya:
“Wahai anakku terkasih Raden Samba
Prawirajaya,
Tiadalah Ia Batara Guru memintamu ‘tuk
pelihara
(21)
Gunung Jingga Biru dan pula gununglah
Angkasa
Terecuali ‘tuk memasyhurkan dirimu yang
perkasa
Sebab itu ayahanda menyuruhmu di depan
ketiga
Begawan Narada, Begawan Anggi, Karanda
Dewa
‘Tuk bunuhlah Patih Pralemba dan Patih
Angkasa.”
(22)
Lanjutlah cerita maka sang ayahanda Batara
Krisna
Anugerahkan ilmu sakti jayakawijayan Danu
Marna
Dan ilmu kesaktian lain lebihi kesaktian
Raja Boma
Kemudian dipeluknya Raden Samba sepenuh
cinta
Seraya berkata: “Ingatlah hai anakku Raden
Samba
(23)
Jangan sampai lupa dengan segala
mantra-mantra
Yang telah ayah anugerahkan padamu
semuanya.”
“Ya, ayah! Sekarang ananda mohon restu dan
doa
Pada ibunda.” Raden Samba ciumlah kaki
ayahnya
Kemudian menemui sang ibundanya yang
tercinta
(24)
Yang di saat itu sedang duduk dihadap oleh
segala
Dayang-dayang istana. Sang ibu melihat
puteranya
Lalu menyapanya dengan sepenuh kasih dan
cinta:
“Aduhai anakku tercinta, Raden Samba
Prawirajaya
Hayo datang kemari, duduklah di samping
ibunda!”
(25)
Raden Sambapun sembah dan cium kaki bundanya
Berkata Dewi Jembuati bunda kedua Raden
Samba:
“Duh...anakku, sudah besar tampan gagah
perkasa!“
Ayah bundamu ini tentulah akan pinangkan
ananda
Pada puteri raja besar yang sepadanlah
dengan kita
(26)
Maka Raden Samba pun menyembahlah kepada
Bunda kedua, serayalah berkata: “Bunda
tercinta,
Ananda datang pada ibunda kedua, oleh
karena
Akan pergi ke gunung Jingga Biru dan
Angkasa
‘Tuk perangi Patih Pralemba dan Patih
Angkasa
(27)
Dan segenap para raksasa Maharaja Bomantara
Yang telah membunuhi banyaklah para
pertapa!”
Demi dengar cerita dari putranya Raden
Samba,
Jantung Dewi Jembuati terasa berdebar
jadinya
Dia pun menangislah, sambil berlingan air
mata
(28)
Berkatalah Dewi Jembuati kepada Raden
Samba:
“Janganlah ananda pergi, karena ayahmu,
Krisna
Ia itu tiadalah sayang dan kasih lagi pada
nanda
Maka disuruhnya melawan segala rakyat
raksasa
Kurangkah para prajurit dan patih paduka
raja?”
(27)
Sejenak Dewi Jembuati terdiam, lalu dia
berkata:
“Duhai putraku tercinta Raden Samba
Prawirajya,
Tetap di sini ibu kan matur pada ayahmu
Krisna!”
Demi mendengar tangis dan kata-kata
bundanya
Yang demikian itu maka Raden Samba berkata
:
(28)
“Ya bunda, janganlah menangis lagi bunda
kedua
Sebab ananda pergi ‘tuk menolong para pertapa
Semua ataslah titah Batara Guru Sang Jagad
Nata
Dan ayahanda ‘lah berjanji akan
melaksanakannya
Tetapi bunda tak usah khawatirkan ananda
karena
(29)
Ayahanda telah anugerahi ananda Danur
Marna,
Ilmu kawijayan yang kesaktiannya lebihi
Raja Boma.”
Demi mendengar tutur kata dari sang putra
tercinta,
Dewi Jembuati pun menangis lagi serayalah
berkata:
“Yah, apa dayaku, jika sudah titah Sang
Jagad Nata.”
(30)
Dewi Jembuati pun ambilkan pakaian Raden
Samba
Yang bertahtakan manikam indah baguslah
rupanya
Bertali leher kelit tiga, bergelanglah
kana tiga, serta
Pancarkan warna-warna yang berkiauan
cahayanya
Bersuntinglah bunga emas digubah dengan permata
(31)
Memakai chamar bertahtakan nilam pualam
puspa
Yang beraneka macam rupanya amatlah
bercahaya
Dengan dominasi warna hijau hingga Raden
Samba
Nampaklah bersinarlah wajahnya nan tampan
rupa
Laksana emas baru disepuh semakin elok
wajahnya
(32)
Setelah berpakaian Raden Samba keluar dari
istana
Temuilah ayahanda uwa Prabu Maharaja Bala
Dewa
Sementara Sang Prabu Batara Krisna sibuk
menata
Segala hulubalang, prajurit-prajurit gagah
perkasa
Yang akan diikutsertakan mengawal Raden
Samba
(33)
Pada saat Raden Samba Prawirajaya menemui
uwa
Prabu Bala Dewa, ia sedang duduk di balai
kencana
Memilihlah segala rakyat prajurit yang
muda-muda
‘Tuk dijadikanlah prajurit Raden Samba
Prawirajaya
Salah satu di antaranya pemuda bernama
Suranata
(34)
Oleh karena kegagah-perkasaan pemuda
Suranata,
Dia dipercaya jadilah kepala pasukan Raden
Samba
Persiapan pun selesai, kemudian Prabu Bala
Dewa
Pun menggandeng tangan putranya Raden
Samba
Untuklah bersama-sama naik ke atas balai
kencana
(35)
Dicium dan dipeluknya Raden Samba seraya
berkata:
“Duh, putraku Raden Samba! Sungguhlah
ayahanda
Pangling melihatmu, karena baru kali
inilah ananda
Berpakaian indah seperti ini, nampak gagah
laksana
Sang Kamajaya baru turun dari kayangan
Suralaya.“
(36)
Mendengar pujian dari uwa prabunya Raden
Samba
Tersenyum seraya berkata: “Ya uwa Prabu
Baladewa,
Adapun ananda datang untuk mohon restu dan
doa
Kepada uwa Prabu Baladewa, karena ananda
segera
Berangkat ke gunung Jingga dan gunung angkasa.”
(37)
Prabu Baladewa berkata: “Kapan berangkat
Samba?”
“Esok hari saat ayam berkokok, uwa Prabu
Baladewa!”
Jawab Raden Samba. “oya, Raden Samba Prawirajaya,
Hulubalang dan empat ratus prajurit yang
ayahanda
Serahkan berikut seorang kepala bernama
Suranata
(38)
Adalah prajurit yang gagah berani dan amat
perkasa
Apalagi si prajurit kepala itu yang
bernama Suranata
Tetapi, kau harus berhati-hati hadapi
pasukan Boma
Sebab pasukan rakasa yang dipimpin Patih
Pralemba
Dan Patih Angkasa itu, teramatlah kasar
tandangnya.”
(39)
Maka Prabu Baladewa pun anugerahi Raden
Samba
Beberapalah ilmu kesaktian dan ilmu
strategi yudha
Setelah selesai semuanya Raden Samba
Prawirajaya
Merunduk sembah hormat kepada Prabu
Baladewa
Prabu Baladewa pun berpesanlah kepada
Suranata:
(40)
“Wahai Suranata, hati-hati, dan kawal
Raden Samba
Dengan segenap kemampuanmu di dalam yudha,
Jangan sampai lengah apalagi alpa akan waspada.”
Maka Sang Suranata menyembah Prabu
Baladewa
Seraya berkata: “Segala titah tuanku
paduka raja,
(41)
Hamba laksanakanlah sekuat kemampuan hamba!”
(42)
Setelah demikian, maka Raden Samba
Prawirajaya
Berjalan ke luar darilah istana Maharaja
Bala Dewa
Menujulah masuk ke istana ayahanda Batara
Krisna
Dan di kawallah oleh Prajurit kepala sang Suranata
Setelah sampai di hadapanlah Sang Batara
Krisna,
(43)
Raden Samba sembah hormat cium kaki
ayahnya
Lalu duduk bersila di hadapan sang Batara
Krisna
Maka Batara Krisna bertanya pada Raden
Samba:
“Anakku, dari manakah kau memperoleh tentara
Selengkap ini, dan nampak gagah perkasa
pula?”
(44)
“Ya ayah, semua pemberian dari Prabu
Baladewa!”
Batara Krisna tersenyum, lalu kembalilah
bertanya:
“Kapan nanda akan berangkat ke Gunung
Jingga?”
“Ananda berangkat esok saat dini hari,
Ayahanda,
Sebab itu ananda datang mohon restu dan
doa!”
(45)
Maka Batara Krisna pun memilih hulubalang
muda
Dan gagah-gagah sebanyak empat ratus
jumlahnya
Dilengkapi dengan senjata yang berbagailah
rupa,
Ada yang bersenjata dadap, panah, lembing,
trisula
Sesuai dengan keahliannya dalam gunakan
senjata
(46)
Adalah seorang anak Patih Bimbang Darma
Jaya,
Bernama Surama, dia telah asuhlah Raden
Samba
Sejak kecil, dia memiliki kesaktian yang
tiada tara
Sang Surama inilah yang dipilih oleh
Batara Krisna
Sebagai penghulu segenaplah hulubalang
kepala
(47)
Setelah segala persiapan lengkaplah,
Batara Krisna
Jamulah sekalian hulubalang bersantap
sesukanya,
Setelah itu mereka semua kembalilah ke
wismanya
Hanya tinggal Batara Krisna dan Raden
Samba saja
Mereka duduk berdua duduk di atas balai
kencana
(48)
Syahdan Batara Krisna mengajarkan berbagai
rupa
Ilmu kesaktian siasat perang kepada Raden
Samba
Pun juga menganugerahi senjata pusaka
bernama,
Kertawatas yang teramat sakti maka, Batara
Krisna
Berpesan keras kepada Raden Samba
Prawirajaya:
(50)
“Raden Samba anakku, ayah anugerahkan
senjata
Pusaka, Kawertas ini yang teramat tinggi
saktinya
Segalalah apa saja yang nanda kehendaki
niscaya
Akan keluar dari dalam Kawertas seketika
itu juga
Dan, para raksasa itupun akan takutlah
melihatnya
(51)
Maka Raden Sambapun bermohonlah diri
kepada
Ayahnya, Sang Sri Paduka Maharaja Batara
Krisna
Maka Batara Krisna segera panggil Sang
Suranata
Dan Sang Surama ‘tuk segera menghadap
dirinya
Seketika itu datanglah sang Suranata dan
Surama:
(52)
“Suranata, Surama! Aku percayakan Raden
Samba
Kepada kalianlah berdua, dalam menumpas
para
Patih dan begundalnya Sang Maharaja Bomantara
Di atas gunung Jingga Biru, dan gunung
Angkasa
Habisi mereka jangan sampai ada yang tersisa !”
Kp.
Pangarakan, Bogor
sabtu,
15 September 2018
Pukul
: 15:47 WIB
REFERENSI
:
Balai
Pustaka, “Sang Boma”
Penerbit
: Balai Putaka 1978
Tidak ada komentar:
Posting Komentar