Selasa, 30 Agustus 2016

SAAT MENJELANG AJAL DATANG Karya : Ki Slamet 42

Blog Ki Slamet : Sajak Puisi Ki Slamet 42
Selasa, 30 Agustus 2016 - 15:32 WIB


Image "Peristirahatan Terakhir bu Ocih Nurlaela" (Foto: SP)
Peristirahatan Terakhir Ocih Nurlaela

 “SAAT MENJELANG AJAL DATANG”
Karya : Ki Slamet 42

Dalam alam hening jiwa terbang melayang rasakan tenang
Seraya melukis swarga maniloka akaca beraneka kembang
Lenyapkan rasa kehidupan dahulu yang telah sirna hilang
Tetapi kesenangan kehidupan mayapada masih terngiang
Hingga tak ikhlas lepaskan roh  di badan layang ke awang
Dan raga pun terus saja berbaring tiada daya terlentang

Setelah sekian lama  kau berbaring  di atas ranjang lekang
Jiwa dan Raga kembara di alam rasakan sakit nan panjang
Digerogoti  diabetes yang terus saja tak bosan menyerang
Akhirnya sampailah jua dikau di batas saat usia meregang
Tinggalkan segala duka lara, nestapa, bahagia dan senang
Kembali ke alam kelanggengan tanpa bisa dicegah rintang

Jika telah sampai di ujung tali temali usiamu anak wayang
Maka janganlah coba mencoba untuk mewujudkan kalang
Dengan raga yang terisikan kekuatan magi dayang-dayang
Sebab semua itu, cuma bentuk pengulur-ulur penghalang
Yang justru ragamu,  jadilah menjerit mengerang panjang
Tersiksa di dalam rasa sakit nyelekit jelang ajalmu datang

Maka ikhlaslah dalam menerima ajalmu datang menjelang
Saat malaikat Izrail mencabut merenggut rohmu terbang
Melayang menuju alam kelanggengan masuk lewat lawang
Yang tiadalah berbatas menghampar luas di awang-awang
Berpisah  dari jasadmu yang nampaklah kering kerontang
Tinggalkan alam marcapada menghadap Sang Maha Yang

Bumi Pangarakan, Bogor
Selasa, 30 Agustus 2016 – 14:05 WIB
 
 

Sabtu, 27 Agustus 2016

"KISAH CINTAKU" ( Kenangan 1979 ) Karya : Ki Slamet Priyadi

Blog Ki Slamet : Sajak Puisi Ki Slamet 42
Minggu, 28 Agustus 2016 - 00 : 40 WIB 

Image "Ki Slamet 79" ( Foto: SP )
Ki Slamet 79

“ K I S A H  C I N T A K U ”
Karya : Ki Slamet 42

Kisah cintaku  pupus di bulan Agustus
Saat dia merona  berkata dengan serius
Bahwa tali kasih kasmaran sudah putus
Ditebas sebilah pedang  tajam terhunus
Berwarangka  berlapis hiasan mas bagus

Dan kupegang dada kuusap dan kuelus
Meredam detak jantungku yang hangus
Terbakar api dahana yang memberangus
Segala kenangan cinta  yang kian pupus
Bagai lukisan berdebu yang tak terurus

Meski semuanya itu terasa sakit nyelekit
Buat jiwaku berterteriak keras  menjerit
Rasakan pedih perih yang amat amit-amit
Seperti terjatuh dari awang-awang langit
Terjerambab dalam keputusasaan sempit

Aku akan terus  berupaya keras bangkit
Kibas segala rasa dan pikir yang menjepit
Gerak-gerik kebebasan yang terus melilit
Kenangan bercinta hingga tak mau lengit
Bersemayam di altar kalbu terus berderit

Maka kuanggap saja kenangan itu tak ada
Meski riak-riaknya masihlah tak mau sirna
Teruslah bergelora  menggeliat dalam jiwa
Namun itu  akan kuanggap hiasan semata
Yang tak mau lagi aku memperdulikannya

Bumi Pangarakan, Bogor
Jumat, 26 Agustus 2016 – 11:18 WIB
 

Sabtu, 20 Agustus 2016

DALAM HENING NAN SUNYI SEPI Karya : Ki Slamet 42

Blog Ki Slamet : Sajak Puisi Ki Slamet 42
Minggu, 21 Agustus 2016 -- 11:42 WIB

Image "Munajat" (Foto: SP)
Munajat

“DALAM HENING NAN SUNYI SEPI”
Karya : Ki Slamet 42

Kemilau sang Surya itu silaukan mata
Pancaran cahayanya atas langit akaca
Merebak selimuti seluruh bhumi loka
Rasakan sengat hangat di wajah rupa
Hingga menelusup terpa jiwa nan lara

Dan, aku masih berbaring tidur di sini
Di amben bambu dalam kamar nan sepi
Tiada disadar mendengkur hingga pagi
Nikmati mimpi indah tentang hari-hari
Yang endapkan segala memori lara hati

Saat aku sadar, aku buka jendela kaca
Nampak sang Surya ba’ ramah menyapa
“Selamat pagi tuan,  sang pejantan tua,
Kenapakah tuan, masih buruk sangka ?
Taqdir berlaku tuk semua ciptaan-Nya”

Maka,  aku pun tengadah ke langit biru
Mengadu memohon munajat kepada-Mu
Sirnakan hati gundah, jiwa nan berdebu
Curahkan rahmat hidayah dan RidhoMu
Atasku hamba-Mu yang menjauh dariMu

Di dalam hening dan sepi saat malam hari
Aku bangkit, bangun lalu wudhu bersuci
Bersujud, sembah jiwa raga padaMu Ilahi
Agar tetaplah dalam hidayahMu ya Rabbi
Bertaubat sirnakan dosa-dosa tak bertepi

Bumi Pangarakan, Bogor
Minggu, 21 Agustus 2016 – 11:18 WIB
 

Jumat, 12 Agustus 2016

“I N D O N E S I A K U” Karya: Ki Slamet 42

Blog Ki Slamet : Sajak Puisi Ki Slamet 42
Sabtu, 13 Agustus 2016 - 10:31 WIB

Image "Sang Saka Merah Putih"
Sang Saka Merah-Putih


“I N D O N E S I A K U”
Karya: Ki Slamet 42
                                         
Dahulu di saat aku masihlah kanak-kanak
Jelang bulan Agustus  datang menyeruak
Bangsa Indonesia kompak cepat bergerak
Sambut hari kemerdekaan penuh semarak
Gema  merdeka, merdeka, keras menyalak
Gelegar membahana merah putih merebak
Berkibar di  persada Nusantara serempak
Merahputihkan Indonesia gempita nampak

Bermacam lomba-lomba  simbol perjuangan
Dalam rebut kemerdekaan dipertunjukkan
Seluruh peloksok kota desa perkampungan
Penuh suka-cita rayakan hari kemerdekaan
Ungkapan syukur terimakasih pada Tuhan
Atas  rahmat kemerdekaan yang diberikan
Meskipun ekonomi morat-marit  pas-pasan
Namun semua merayakan dalam kesadaran

Sekarang sambutrayakan hari kemerdekaan
Taklah semeriah di era tahun enampuluhan
Tiada lagi bendera merah putih berkibaran
Di setiap penjuru gang-gang dan jalan-jalan
Yang menghiasi desa penuh rasa keindahan
Seperti tiadalah lagi marwah kemerdekaan
Yang ditebus dengan darah para pahlawan
Hilang nyawa  demi bangsa berkepribadian

Kini suasana sambutrayakan kemerdekaan
Simbol penghormatan pada para pahlawan
Lambanglah rasa nasionalisme kebangsaan
Semakinlah tenggelam di dalam kesuraman
Yang nampak cuma sekedar kebasa-basian
Tradisi  yang menjadi semacam keharusan
Aktifitas semu berselimut tirai kepalsuan
Tak miliki marwah sirna rasa keemphatian

Indonesiaku, janganlah tertawa cekakakan
Riang gembira hidup di dalam kemunafikan
Sementara para pejuang perlaya berkorban
Kembara sirnalah nyawa demi kemerdekaan
Bangkit dan terbanglah genggam persatuan
Untuk melanjutkan cita-cita para pahlawan
Membangun berdasar Pancasila alas acuan
Bermasyarakat, berbangsa,  dan bernegaran

 Bumi Pangarakan, Bogor
Sabtuu, 13 Agustus 2016 – 10:06 WIB