Kamis, 06 September 2018

Ki Slamet 42 : "SANG BOMANTARA" Pupuh 5

Blog Slamet Priyadi
"Sajak Puisi Ki Slamet 42"
Jumat, 05:07 WIB

 
Image "Gunungan
Gunungan

Ki Slamet 42 :
“SANG  BOMANTARA”
Pupuh V ( 1 – 14 )

5.                Raja Bomantara Pinang Puteri Raja Jantaka

(1)
Alkisah Raja Boma bertitahlah di hadapan Patih Mudra  Patih Aria dan para menteri serta para hulubalang raja:
“Wahai Patih Mudra Karna, Patih Aria Karia yang setia, Aku perintahkan kalian berangkat ke Negeri Mandura
Untuk melamar Dewi Januati putri Maharaja Jantaka!”

(2)
Sambil menyembah Raja Boma, kedua Patih berkata :
“Baik tuanku, segala titah patik junjung di atas kepala.”
Maka, bersama beberapa ribu pasukan raksasa belaka
Mereka pun segeralah berangkat ke Negeri Mandura
Sebagian lewat jalan darat sebagian lewatlah angkasa

(3)
Tiada seberapa lama mereka pun sampai di Mandura
Kedua patih Raja Boma pun menghadap Raja Jantaka
Mereka pun segera menyampaikan keinginan rajanya
Pinang Dewi Januati puteri Mandura nan cantik jelita:  
“Demikianlah maksud kedatangan kami, tuanku Raja!”

(4)
Syahdan, Maharaja Jantaka menjadi betapalah murka
Demi mendengar keinginan dari Maharaja Bomantara
Sontak wajahnya berubahlah merah, hatinya berkata :
“Sungguh kamu tiadalah punya budi Raja Bomantara.”
Maka ia berkata kepada Patih Arya dan Patih Mudra :

(5)
“Baik, jika demikian wahai Patih Maharaja Bomantara,
Aku akan beri tahu dahulu permaisuriku, Dewi Dursila
Sementara kalian tunggu di ruang perjamuan sana!”
Maharaja Jantaka pun perintahkan patihnya, Saksana
Agar menjamu hidangan makan,  minum sepuasnya.

(6)
Syahdan Patih Saksana pun menjamu Patih Aria Karia
Patih Mudra Karna, dan segenap bala tentara raksasa
Di ruang perjamuan sebagamana adat para raja-raja
Maka segala raksasa itupun teramat sukalah hatinya
Makan daging mentah dan minuman yang disukainya

(7)
Sementara Maharaja Jantaka di kamar peraduannya
berkatalah kepada kedua permaisuri, dan puterinya:
“Duhai permaisuriku berdua, apalah yang kita bicara
Karena putri kita Dewi Januati dipinang seorang raja
Dari Kerajaan Trajutrisna yang bernama Bomantara.”

(8)
Kanda lihat dari kedua patih Aria Karia, Patih Mudra,
Menteri, hulubalang, dan prajurit semuanya raksasa,
Dalam pemikiran kakanda,  pastilah Raja Bomantara
Dia itu tak lain adalah seorang raksasa denawa pula”
Maka berkata kedua istri baginda Maharaja Jantaka:

(9)
“Jika demikian tolak saja pinangannya kakanda raja!”
“Dinda, bila kita tolak, pasti diserangnya negeri kita!”
Permaisuri Dewi Dursila menyembah seraya berkata:
“Kanda Raja, sebaiknya ananda Dewi Januati ditanya.”
Lalu ditanyalah Dewi Januati hal pinangan Raja Boma:

(10)
“Puteriku, maukah kau bersuamikan Raja Bomantara?”
“Akan tetapi dia itu adalah seorang raja raksasa bunda,
Dari pada bersuamikan Denawa lebih baik mati saja,
Pokoknya patik tetap tidak mau bersuamikan raksasa.”
Jawab Sang Puteri Dewi Januati, berlinangan air mata

(11)
Demi mendengar sendiri jawab dari puteri terkasihnya,
 Sesegera Maharaja Jantaka pun panggil Patih Saksana,
Asmaramantri dan semua menteri ‘tuk menghadapnya
Setelah semua menghadap kepadanya, ia pun berkata:
“Tuan-tuan sekalian, seperti tuan telah dengar semua,

(12)
Putri saya Dewi Januati tiada mau bersuami Raja Boma,
Dengan segala hormat saya Baginda Maharaja Jantaka
Dengan ini menolak pinangan Sri Maharaja Bomantara
Dan saya bertanggung jawab penuh dengan segalanya
Termasuk untuk menghadapi segala resiko apapun jua!”

(13)
“Pun Kepada kedua utusan dan rakyat Negeri Trajutrisna
Patih Aria Karia,  Mudra Karna,  menteri,  hulubalang raja,
Apalah mau dikata puteri kami tak suka pada Raja Boma
Demi mendengar apa yang telah dikata Maharaja Jantaka
Berubah merah wajah kedua Patih Aria dan Patih Mudra
(14)
Kedua patih itu  memohon diri kepada Maharaja Jantaka
Sementara Maharaja Jantaka masuk ke dalam istananya,
Patih Mudra Karna dan Patih Aria Karia naik ke gajahnya
Mereka diiring dan dikawal oleh segenap rakyat raksasa
Kembali ke Neger Trajutrisna dengan  perasaan kecewa

Kp. Pangarakan, Bogor
Jumat, 07 September 2018
Pukul : 05:15 WIB

REFERENSI :
Balai Pustaka, “Sang Boma”
Penerbit : Balai Putaka 1978

Tidak ada komentar:

Posting Komentar