Kamis, 06 September 2018

Slamet Priyadi : "SANG BOMANTARA" Pupuh 3

Blog Slamet Priyadi
"Sajak Puisi Ki Slamet 42"
Jumat, 07 September 2018

Image "Ki Slaemet Priyadi
Ki Slamet Priyadi

Ki Slamet 42:

“SANG  BOMANTARA”
PUPUH III ( 1 – 27 )

3.                Bomantara Merebut Negeri Trajutrisna

(1)
Alkisah dalam cerita,  sang Bomantara turun ke bumi
Ia bermaksud akan menemui ibundanya Dewi Pertiwi
Pendeklah cerita,  maka Bomantara pun tiba di bumi
Dia pun temui ibunya bersembah sujud mencium kaki
Bomantara berkata kepada ibunya yang amat dikasihi:

(2)
“Duh bunda, ananda mohon doa restu bunda Dewi
Oleh sebab nanda akan ke luar dari dalam bumi ini”
Ibunya ambil pakaian Boma pemberian sang suami
Beri pula bunga Wijaya Kusuma. Pesan Dewi Pertiwi
Kepada Bomantara, putera yang teramatah dicintai

(3)
“Wahai putraku tercinta, kembang Wijaya Kusuma ini
Anugerah dari ayahmu,  ia miliki kekuatan amat sakti
Meski seribu kali kau mati, jika tubuh tersentuh bumi
Begitu juga jika segala rakyatmu semua perlaya mati
Sapukan bunga itu ke wajah mereka ‘kan hidup lagi!”

(4)
Setelah mendengar penjelasan dari bundanya tercinta
Tentang anugerah bunga Wijaya Kusuma dari ayahnya
Bomantara pun sembah kembali sang ibunda tercinta
Dia ambillah kembang Wijaya Kusuma dari tangannya
Lalu bunga itu ditaruhnya  di atas mahkota kepalanya

(5)
Kemudian, Bomantara pun memohon kepada bundanya
Kembali diciumnya kaki sang ibu  lalu berjalan ke muka
Dia dikawal oleh segenap para  pengawal dan rakyatnya
Ke luar dari dalam bumi lalu masuklah ke dalam segara
Sang Boman naiklah seekor gajah bernama Gajah Mina

(6)
Syahdan  maka Gajah Mina membawa sang  Bomantara
Ke permukaan ke luar dari dalam laut menuju ke benua
Setiba di atas permukaan benua, maka sang Bomantara
Turun dari bagian belakang Gajah Mina yang dinaikinya
Lalu naik ke atas batu berdiri  menatap  ke arah  segara

(7)
Sementara Gajah Mina pun kembali lagi ke dasar segara
Maka semua menteri, hulubalang, dan rakyat Bomantara
Ada yang di bumi, berdiri di tepi pantai, dan  di angkasa
Dari atas batu karang Bomantara melihat Batara Baruna
Bersama para bidadari melayang turunlah dari angkasa

(8)
Bermainlah di tepian pantai ambillah karang yang ada
Demi melihat  banyak raksasa berada di dekat mereka
Para bidadari itu berlarian ketakutan ke arah mana saja
Melihat hal demikian  Bataraa Baruna naik ke Wilmana
Yang sayapnya laksana logam berkilatanlah cahayanya

(9)
Batara Baruna merasa heran melihat banyaklah raksasa
Tiba ke tempat itu lengkap dengan senjata di tangannya
Demi menyaksikan Dewa Baruna duduk di atas Wimana
Maka sang Bomantara pun menghampiri Batara Baruna
Lalu bertanya Sang Bomantara kepada Batara Baruna :

(10)
“Siapa, dan dari mana tuan hamba yang gagah perkasa?”
Dewa Baruna tiadalah menjawab pertanyaan Bomantara
Ia malah balik bertanya: “Tuan ini siapa dan dari mana?”
Bomantarapun menjawab: “Hamba ini Maharaja Boma,
Putera Batara Wisnu,  dan Dewi Pertiwi itu ibu hamba”

(11)
“Oh, jika demikian itu, tuan anak kemonakan hamba
Sebab Batara Wisnu itu adalah saudara hamba pula”
Bomantara pun segera menghampiri Batara Baruna
Lalu sembah kakinya, Batara Baruna memeluk Boma
Ia tak menduga bisa bertemu dengan keponakannya

(12)
Berkatalah Batara Baruna:  “Oh puteraku, Bomantara
Wilmana ini ayahanda berikan kepada ananda Boma
Hendaklah kelak, nanda titahlah di di medan yudha.”
Betapa suka hati Bomantara mendapatkan Wimana
Dari Dewa Baruna, bidari kembali ke kahyangannya

(13)
Hata Sang Bomantara  segera naik ke atas Wilmana
Terbang ke akaca diiring menteri,  segenap raksasa
Tak berapa lama, sampailah dia di negeri Trajutrisna
Boma bertanya kepada Wilmanaa: “Wahai Wilmana,
Negeri apa di bawah sana, dan siapa nama rajanya?”

(14)
“Negeri Trajutrisna,tuan. Adapun rajanya bernama,
Raja Dani Swara  dari manusia, sedang menterinya
Mangkubuminya, terdiri atas  raksasa dan denawa
Pasukan lebih kurang dua puluh laksa jumlahnya.”
Berkata Raja Boma: “Wilmana, bawa aku ke sana !”

(15)
Wilmana pun segera turun ke dalam pagar istana
Raja Dani Swara sedang dihadap para punggawa
Hulubalang, mangkubumi dan segenap rakyatnya
Saat Raja Dani Swara lihat raksasa turun ke istana
Pun lihat Bomantara sudah berada di hadapannya

(16)
Bertanyalah Prabu Dani Swara kepada Bomantara:
“Siapa tuan, beraninya masuki aku punya istana?”
Sang Bomantara menjawabnya: “Hamba  bernama
Raja Bomantara putra dari  Sri Mahawisnu Batara
Saya datang ke sini ingin rebut negeri Trajutrisna

(17)
Betapa marah Maharaja Dani Swara Ia pun berkata:
“Baik hadapi aku!” Prabu Dani Swara hunus kerisnya
Kemudian, keduanya bertempur dengan sengitnya
Dalam pertempuran itu, Prabu Dani Swara perlaya
Mapatih Aria segenap menteri datang ke raja Boma

(18)
Maka segenap menteri menyembah Raja Bomantara
“Patik sekalian mohon ampun pada tuan Raja Boma!”
“Wahai Patih Aria,  dan segenap prajurit Trajutrisna
Aku ampuni kalian,  mulai sekarang aku Bomantara
Yang jadi Maharaja penguasa di negeri Trajutrisna!”

(19)
Serempak mereka semua berkata dengan suka-cita:
“Tuanku Maharaja Bomantara, patik semua berkata
 Di bawah tapak tuanku Sang Maharaja Bomantara.”
Bertitah Maharaja Boma :  “Baiklah Patih Aria Karia,
Himpun para menteri, hulubalang, rakyat semua!”

(20)
“Baik, segala titah, hamba junjung di atas kepala!”
Patih Aria pun himpun menteri hulubalang semua
Mereka pun, dihadap kepada Sri Maharaja Boma,
Kata Patih Arya: “Tuan, hamba himpun semuanya
Agar mereka memohon ampun pada Sri Maharaja

(21)
Maka segera Sri Maharaja Bomantara pun berkata:
“Patih Aria, posisimu di bawah Patih Mudra Karna.”
Jawab Patih Aria  : “Manalah titah tuanku Raja saja,
Akanlah selalu patik junjung tinggi di atas kepala.”
Raja Boma masuk ke dalam istana Raja Dani Swara

(22)
Di dalam istana nampak oleh Maharaja Bomantara
Mahligai betapa elok, dan indahlah bentuk rupanya
Dindingnya, dibuat dari emas permata panca warna
Halaman ditanami aneka bunga nan harum baunya
Di sisian parit terdapat balai emas, perak, dan suasa

(23)
Ada bukit emas di tiap mahligai berkilau cahayanya
Di empat kaki bukit emas, air gemericiklah bunyinya
Air pancuran sirami pohon pandan emas dan bunga
Permata nilam, pun puspa beraneka rupa warnanya
Pohonan kayu nampak terbuat dari air membahana

(24)
Berjatuhan laksana air hujan yang saling berkejaran
Bunga kesturi pun berlambai di atas pohon pandan
Ditiupi sang bayu yang berhembus perlahan-lahan
Amat suka-citanya Raja Boma bagai dalam buaian
Hingga bertitah kepada kedua mahapatih sekalian:

(25)
“Kedua patihku, Patih Mudra Karna, dan Patih Aria
Aku hendak beri anugerah kepada semua raja-raja
Semua menteri, hulu-balang, dan rakyat semuanya
Yang telah berjasa jadikan indah istana Trajutrisna
Pabila mereka patut jadi menteri, pilihlah mereka.”

(26)
“Yang patut jadi hulubalang, jadikanlan hulubalang
Berikan segera mereka anugerah, janganlah dihalang!”
        Setelah Maharaja Boma berilah titah tiadalah kepalang
Maka, dia duduk di atas tahta kerajaan dengan tenang
Empat puluh hari empat puluh malam senang-senang

(27)
Duduk di singgasana di hadapan menteri hulubalang
Makan dan minum bersama punggawa dengan riang
Patih Aria Karia, Patih Mudra,  dan Raja tanpa halang
Bomantara menjadi raja Trajutrisna tak bisa digoyang
Oleh sebab kesaktiannya yang tinggi bukan kepalang

Sabtu, 07 September 2018
05:54 WIB (SP1957)

REFERENSI :
Balai  Pustaka, Sang Boma
P e n e r b i t  :
Balai Pustaka 1978
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar