Kamis, 27 September 2018

Ki Slamet 42 "SANG BOMANTARA" Pupuh XI

Blog SlametPriyadi
"Sajak Puisi Ki Slamet 42" 
Jumat, 28 September 2018 - 07:47 WIB



Ki Slamet Priyadi 42 :
“SANG  BOMANTARA”
Pupuh X1 ( 1-33 )

11. Raden Samba Perangi Raksasa Angkara

(1)
Alkisah Raden samba berada di dusun Indra Pura
Bersama para hulubalang, dan Begawan Karanda
Adapun Dusun Indra Pura  masih di bawah kuasa
Kerajaan Dwarawati, rajanya bernama  Sri Kresna 
Yang tak lain ayah dari Raden Samba Prawirajaya

(2)
Tanah di dusun Indra pura itu begitulah suburnya
Dengan alam perbukitan berhias hutan belantara
Berkelok jalan setapak betapa indah dan eloknya   
Suatu ketika,  Raden Samba Prawirajaya bersama
Segenap hulubalang dan Begawan Karanda Dewa

(3)
Mendaki bukit yang terlalu bersemaklah jalannya
Hingga hulubalang kesulitan langkahkan kakinya
Sementara hari pun sudah mulailah gelap-gulita
Maka Raden Samba pun perintahkan prajuritnya
Untuk beristirahat dan nyalakan pematik cahaya

(4)
Di keesokan hari saat Sang Surya tebar sinarnya
Raden Samba ke sungai bersama Karanda Dewa
Di tegah jalan dia melihat ada tiga orang wanita
Bawa hidangan nasi, amat cantik rupa parasnya
Maka ia bertanya pada Begawan Karanda Dewa:

(5)
“Paman Begawan, perempuan manakah mereka?”
“Tiada lain mereka itu adalah perempuan pertapa
Di gunung Jingga Biru antar makan ‘tuk gurunya.” 
Jawab Begawan Karanda Dewa seperlunya, Samba
Pun bertanya lagi pada Begawan Karanda Dewa :

(6)
“Paman, ketiga wanita itu memang benar pertapa
Atau mereka adalah isteri-isteri dari para pertapa,
Yang berada di atas gunung Jingga Biru ini saja?”
Ketika Begawan mau jawab tanya, Raden Samba
Menyelak : “Tidak usah dijawab paman Karanda!”

(7)
“Kenapa dan ada apa, Samba?” Begawan Karanda
Jadi heran dibuatnya dengan sikap Raden Samba
Tiba-tiba saja ia melihat Raden Samba Prawirajaya
Lompat ke arah batu yang diinjak Karanda Dewa
Sang Begawan melihat di jemari tangan Samba,

(8)
Tergenggam seekor kobra besar hitam warnanya
Yang tadi nyaris mematuk kaki Begawan Karanda
Betapa terkejutnya Sang Begawan Karanda Dewa
Dilihatnya Raden Samba berbicara dengan kobra:
“Hai kobra, pergi jangan ganggu paman Karanda!”

(9)
Mendengar perintah Raden Samba, sang kobra
Pun pergilah ke dalam semak serayalah berkata:
“Baik Raden, sungguh patik tiada mengira pabila
Yang lewat adalah Raden dan Begawan Karanda,
Salam hormat patik pada paduka Betara Krisna!”

(10)
“Baiklah Kobra, salam akan aku sampaikan pada
Ayahanda setelah saya selesaikan tugas negara
Membasmi Patih Pralemba, Angkasa dan segala
Raksasa yang telah membunuh segenap pertapa
Di gunung Jingga Biru dan di Gunung Angkasa.”

(11)
Adapun Sang Begawan Karanda Dewa ada rasa
Bangga setelah melihatlah dengan mata kepala  
Kecekatan Raden Samba yang begitu cepatnya
Menangkap seekor ular kobra jelmaanlah dewa
Maka Begawan Karanda berkata dalam hatinya:

(12)
“Tepatlah jika Sri Paduka Maharaja Batara Krisna
Menugaskan ananda Raden Samba Prawirajaya,
Menumpas Patih Pralemba dan pasukan raksasa
Dan tentulah Baginda Sri Maharaja Betara Krisna
Telah memberi anugerah kesaktian kepadanya.”

(13)
“Hm, jikalah demikian aku tak perlu lagi merasa
Khawatir akanlah keselamatan diri Raden Samba
Karena  dengan ilmu kesaktian yang dimilikinya
Cukuplah untuk menumpas sang angkara murka
Di atas gunung Jingga Biru dan gunung Angkasa
(14)
Begawan Karanda Dewa bertanya pada Samba:
“Raden, sebaiknya kita lanjutkan perjalanan saja
Sebab sebentar lagi hari akan menjelang senja!”
“Sebaiknya jangan paman, titahkan pasukan kita
Agar beristirahat makan dan minum secukupnya

(15)
Kita akan lanjutkan perjalanan jelang fajar tiba
Jika kita seranglah mereka di malam hari maka,
Pasukan kita akan banyaklah yang mati binasa
karena mereka raksasa yang kasar tandangnya
lebih malam hari makin buas dan liar lakunya!”

(16)
“Baik Raden!” Makin kagumlah Begawan Karanda
Pada kemampuan Samba di dalam strategi yudha
Maka tiada keraguan lagi Begawan Karanda Dewa
Dia Segera berkata kepada Suranata dan Surama
Agar semua prajurit beristirahatlah di dalam tenda

(17)
Pendek cerita, sang Surya mulai tebarkan sinarnya
Maka Suranata, dan Surama berilah aba-aba pada
Semua prajurit agar persiapkan segala sesuatunya:
“Wahai prajurit Dwarawati yang gagah nan perkasa
Ataslah perintah Pangeran Raden Samba Prawijaya

(18)
Segeralah berkemas jangan sampai ada yang lupa,
Persiapkan  senjata kalian, kita berangkat segera!”
Maka segenap prajurit Dwarawati itu pun bergegas
Masing-masing mempersiapkan segala senjatanya
Lalu menaiki kereta perang menuju medan yudha

(19)
Setelah demikianlah itu, Raden Samba Prawirajaya
Bergerak langkahkan kaki yang diiring oleh segala
Hulubalang yang dipimpin oleh Suranata, Surama
Menuju ke  gunung Jingga Biru, gunung Angkasa   
Sesampai di dusun Ajum Giri,  hari mulailah senja

(20)
Maka Raden Samba pun hentikanlah pasukannya
Hal itu buatlah Begawan Karanda Dewa, Suranata
Dan Surama heran atas keputusan Raden Samba,
Merekapun  hampiri Raden Samba lalu bertanya:
“Ada apakah hentikan pasukan, Raden Samba?”

(21)
“Oya, Paman! Apakah nama dusun yang sama
sekali tiadalah penghuninya ini? Padahal saya
lihat dusun ini  amat subur dan lingkungannya
pun banyaklah ditumbuhi pepohonan hingga
banyak burung datang hinggap di rantingnya.”

(22)
Maka menjawablah Begawan Karanda Dewa,
Karena dia yang tahulah persis penyebabnya,
Kenapa Dusun Ajum Giri tiada penghuninya:
“Ya Raden Samba, adapun sebabnya karena
Selalu diganggu oleh sekelompoklah raksasa

(23)
Dari negeri Trajutrisna yang rajanya bernama
 Raja Bomantara yang ayahanda Betara Krisna
Tugaskan kepada ananda ‘tuk menumpasnya!”
Menjawablah Begawan Karanda Dewa seraya
Arahkanlah  telunjuknya ke Negeri Trajutrisna.

(24)
“Jika begitu, suruhlah paman Suranata, Surama,
Agar segala pasukan dan hulubalang semuanya
Berehat di dusun ini makan minum seperlunya!”
Suranata dan Surama pun titahkan prajuritnya
Beristirahat seraya berjaga dan tetap waspada

(25)
Malam pun tibalah, dusun Giri diselimuti gulita
Suara sorak tentara, ringkikkan gajah dan kuda
Didengarlah Patih Pralemba dan Patih Angkasa
Dan segala raksasa,  maka mereka pun berkata:
“Hai kawan-kawan, aku mencium bau manusia,

(26)
Beberapa raksasa hendus-henduskan hidungnya
Seraya berkata: “Iya, iya, betul, ini bau manusia!”
Salah seorang raksasa berkata : “Barangkali saja,
Para pemburu yang tersesat di hutan belantara?”
Maka beberapa raksasa cari sumber bau manusia
Yang berasal darilah pasukan Samba Prawirajaya
Setelah menemukan mereka pun kembali segera

(27)
Kepada teman-temannya, mereka pun berkata :
“Hai teman-teman, ternyata aroma bau manusia
Berasal dari pasukan Raden Samba Prawirajaya
Yang sedang rehat di Dusun Giri, Indera Pura!”
Salah seorang Raksasa  berkata pada rekannya:

(28)
“Mereka sedang makan, minum di tenda-tenda
Sambil menari-nari seperti sedanglah berpesta
Mari teman-teman kita pun akan pesta di sana
Kita makan saja mereka, tentu sedap rasanya!”
“Ya, itu benar!” berkata salah seorang raksasa

Sedangkan Patih Pralemba, dan Patih Angkasa
Yang mendengar rencana itu, segera berkata :
“Prajurit, aku Patih Pralemba,dan Patih Angkasa
Mencegah kalian untuk bertindaklah semaunya
Liar, brutal serta tanpa berdasarkanlah rencana!

(29)
Kalian tak bolehlah gegabah karena semuanya
Mereka itu, pasukan Raden Samba Prawirajaya
Bukan sekumpulan para begawan sebagaimana
Yang telah kita mangsa di atas gunung Jingga,
Jika kalian masih ingin mencoba melanggarnya,

(30)
Maka atas nama Sri Paduka Maharaja Bomantara
Akan kuhukum kalian dengan seberat-beratnya!”
Demikian kata Patih Pralemba dan Patih Angkasa.
“Siap, segala titah patik junjung di atas kepala.”
Jawab prajurit raksasa seraya rundukkan kepala

(31)
Selanjutnya Patih Pralemba dan Patih Angkasa
Pun berkatalah: “Hai Kalian Prajurit Trajutrisna,
Nan gagah perkasa, dengar titah kami berdua,
Patih Pralemba dan Patih Angkasa, kita semua
Kan serang pasukan Raden Samba Prawirajaya

(32)
Tepat dini hari saat sang purnama sepenggala
Pasukan darat ikut bersamaku, Patih Pralemba
Sedang pasukan udara bersama Patih Angkasa
Faham!” demikianlah pejelasan Patih Pralemba
Siaap...patih!” jawab serempak pasukan raksasa

(33)
“Baik, sekarang kalian istrirahat, janganlah lupa
Siapkan dan periksalah senjata kalian semuanya
Lalu makan, minum, dan tidur seperlunya saja!”
Demikianlah pesan-pesan darilah Patih Angkasa
Dan Patih Pralemba kepada semua prajuritnya.


Jumat,, 28 September 2018
Pukul : 07:58 WIB
REFERENSI :
Balai Pustaka, “Sang Boma”
Penerbit : Balai Putaka 1978
 

Senin, 24 September 2018

Ki Slamet 42 : "SANG BOMANTARA" Pupuh 10

Blog Slamet Priyadi
"Sajak Puisi Ki Slamet 42"
Selasa, 25 September 2018 - 06:00 WIB


Ki Slamet Priyadi 42 :
“SANG  BOMANTARA”
Pupuh X ( 1-52 )

10.                Raja Bomantara Membunuhi Para Pertapa

(1)
Alkisah  Raja Boma bertitah binasakan para pertapa
Maka Boma pun perintahkanlah Patih Wira Angkasa
Dan Patih Pralemba : “Hai kalian, para patih berdua,
Pergilah kalian,  dan binasakan semua para pertapa
Di atas gunung Jingga Biru dan di gunung Angkasa.”

(2)
Patih Wira Angkasa dan Patih Pralemba pun segera
Melaksanakanlah perintah Sri Maharaja Bomantara
Maka keduanya, beserta beberapa  prajurit raksasa
Pergi ke  gunung Jingga Biru dan gunung Angkasa
Setelah sampai, banyaklah pertapa terdapat di sana

(3)
Tanpa bicara lagi, kedua patih dan pasukan raksasa  
Membunuhbinasakan semua para pertapa yang ada
Sedangkan mayat-mayat dari sekalian para pertapa
Dimangsa prajurit raksasa, yang hidup dan luka-luka
Berlindung pada Begawan Anggi, Begawan Karanda

(4)
Berkatalah mereka itu: “Duh Begawan berdua bahwa,
Jikalau tiada pertolongan dari tuan begawan berdua,
Maka, niscayalah semuan para pertapa yang berada
Di atas gunung Jingga Biru, dan di gunung Angkasa
Pastilah  mereka semuanya itu akan habislah binasa

(5)
Mendengar penuturan dari para pertapa, maka
Begawan Anggi dan Begawan Karanda berkata:
“Jika memang demikialah kejadian peristiwanya
Marilah, kita laporkan saja kejadian ini kepada,
Batara Guru selaku sang penguasa Jagadnata.”

(6)
Setelah tiba, maka merekapun bersujud kepada
 Betara Guru dan Batara Narada seraya berkata :
“Ya Sang Jagad Nata, hamba mendapatlah berita
Maharaja Boma bunuhbinasakan semua pertapa
Di gunung Jinggabiru dan di gunung Akangkasa

(7)
Di saat peritiwa itu terjadi,  yang mulia Jagadnata
Berjumpa Begawan Jarakesti, dan segenap dewa
Tuan, bukan itu saja, kinipun Kainderaan Suralaya
Sudahlah dikuasai oleh sang Maharaja Bomantara
Beserta para patih dan pasukan prajurit raksasa.”

(8)
Demilah mendengar penuturan kata dari pertapa
Sang Jagad Guru Nata berpikirlah dalam hatinya :
“Maharaja Boma teramatlah dikasihi Batara Krisna,
Hanya dia yang mampu mengalahkan Raja Boma
Karena dia pula yang beri anugerah kesaktiannya.”

(9)
Maka Batara Guru perintahkan kepada para dewa:
“Batara Anggi, Batara Narada, dan Karanda Dewa,
Kanda pergilah sekarang menemui  Batara Krisna
Laporkan segala awal-akhirnya genocide pertapa
Yang dilakukan oleh nanda Maharaja Bomantara!”

(10)
Merekapun melaporkan perlakuan Maharaja Boma:
“Wahai tuan Batara Krisna,” berkata Batara Narada.
“Jika tuan tak segera cegah nanda Raja Bomantara
Di atas gunung Jingga Biru dan gunung Angkasa,
Maka tiadalah ada lagi para pertapa di Suralaya.”

(11)
Sehormatnya berkatalah Begawan Karanda Dewa:
“Ya tuanku, karena hanya tuan Batara Krisna saja
Yang dapat atasi kesaktian Maharaja Bomantara
Sedangkan segala dewa-dewa dan indera-indera
Sudah tiada lagi yang mampu ‘tuk mengatasinya.”

(12)
Dengar tuturan Batara Narada dan Karanda Dewa
Maka Batara Krisna titah Patih Aria Setyaki segera
Memanggil anandanya Raden Samba Prawirajaya:
“Wahai patih, cepatlah panggilkan Raden Samba!”
“Baik, perintah tuan, patik junjung di atas kepala.”

(13)
Patih Aria Setyaki pun menghadap Raden Samba
Yang pada saat itu ia berada di keputeraan wisma
Duduk di atas balai gading berhadaplah bersama
Segala anak menteri, dan sekalian hulubalang raja
Melihat Patih Aria datang, raden Samba bertanya:

(14)
“Paman Patih, ada apa datang ke wisma putera?”
“Oya, paman kemari karena titah dari paduka raja
Agar ananda Raden segera menghadap ayahanda
Sebab Begawan Narada, Begawan Karanda Dewa,
Dan Begawan Anggi, titah dari Batara Guru Nata

(15)
Agar bunuh Patih Wira Angkasa, Patih Pralemba,
Sebab mereka atas perintah Maharaja Bomantara
Telah porakporandakan dan bunuhi para pertapa
Di atas gunung Jingga Biru dan gunung Angkasa,
Begtu  warta yang paman terima, Raden Samba!”

(16)
Konon cerita, demi mendengar begitu wartanya,
Maka Raden Samba segera jumpai ayahandanya,
Batara Krisna, lalu ia menyembah seraya berkata:
“Ayahanda, segera perintahkanlah pada Ananda
Tuk membasmi segala raksasa denawa Raja Boma

(17)
Yang telah bunuhilah para begawan dan pertapa
Di atas gunung Jingga Biru dan Gunung Angkasa.”
Betapalah suka dan bangganya sang Batara Krisna
Kepadalah sang putera, Raden Samba Prawirajaya
Apalagi Begawan Narada,  Anggi,  Karanda Dewa

(18)
Kata mereka: “Duhai ananda Samba Prawirajaya,
Bila manakah ananda akan berangkat ke sana ?”
Batara Krisna pun menjawab : “Esok hari hamba
Akan menyerahkanlah Raden Samba Prawirajaya
Sekarang hamba akan beri bekal dulu seperlunya

(19)
Setelah mendapatkan kepastian dari Batara Krisna
Secepatnya Begawan Anggi, dan Begawan Narada
Memohon diri. sedankan Begawan Karanda Dewa,
Tinggal oleh sebab ia akan bersama Raden Samba
Pergi ke gunung Jingga Biru dan gunung Angkasa

(20)
Sepeninggal Bagawan Anggi dan Begawan Narada
Maka Raja Bala Dewa pun kembalilah ke istananya.
Sedangkan Batara Krisna berkata pada puteranya:
“Wahai anakku terkasih Raden Samba Prawirajaya,
Tiadalah Ia Batara Guru memintamu ‘tuk pelihara

(21)
Gunung Jingga Biru dan pula gununglah Angkasa
Terecuali ‘tuk memasyhurkan dirimu yang perkasa
Sebab itu ayahanda menyuruhmu di depan ketiga
Begawan Narada, Begawan Anggi, Karanda Dewa
‘Tuk bunuhlah Patih Pralemba dan Patih Angkasa.”

(22)
Lanjutlah cerita maka sang ayahanda Batara Krisna
Anugerahkan ilmu sakti jayakawijayan Danu Marna
Dan ilmu kesaktian lain lebihi kesaktian Raja Boma
Kemudian dipeluknya Raden Samba sepenuh cinta
Seraya berkata: “Ingatlah hai anakku Raden Samba

(23)
Jangan sampai lupa dengan segala mantra-mantra
Yang telah ayah anugerahkan padamu semuanya.”
“Ya, ayah! Sekarang ananda mohon restu dan doa
Pada ibunda.” Raden Samba ciumlah kaki ayahnya
Kemudian menemui sang ibundanya yang tercinta

(24)
Yang di saat itu sedang duduk dihadap oleh segala
Dayang-dayang istana. Sang ibu melihat puteranya
Lalu menyapanya dengan sepenuh kasih dan cinta:
“Aduhai anakku tercinta, Raden Samba Prawirajaya
Hayo datang kemari, duduklah di samping ibunda!”

(25)
Raden Sambapun sembah dan cium kaki bundanya
Berkata Dewi Jembuati bunda kedua Raden Samba:
“Duh...anakku, sudah besar tampan gagah perkasa!“
Ayah bundamu ini tentulah akan pinangkan ananda
Pada puteri raja besar yang sepadanlah dengan kita

(26)
Maka Raden Samba pun menyembahlah kepada
Bunda kedua, serayalah berkata: “Bunda tercinta,
Ananda datang pada ibunda kedua, oleh karena
Akan pergi ke gunung Jingga Biru dan Angkasa
‘Tuk perangi Patih Pralemba dan Patih Angkasa

(27)
Dan segenap para raksasa Maharaja Bomantara
Yang telah membunuhi banyaklah para pertapa!”
Demi dengar cerita dari putranya Raden Samba,
Jantung Dewi Jembuati terasa berdebar jadinya
Dia pun menangislah, sambil berlingan air mata

(28)
Berkatalah Dewi Jembuati kepada Raden Samba:
“Janganlah ananda pergi, karena ayahmu, Krisna
Ia itu tiadalah sayang dan kasih lagi pada nanda
Maka disuruhnya melawan segala rakyat raksasa
Kurangkah para prajurit dan patih paduka raja?”

(27)
Sejenak Dewi Jembuati terdiam, lalu dia berkata:
“Duhai putraku tercinta Raden Samba Prawirajya,
Tetap di sini ibu kan matur pada ayahmu Krisna!”
Demi mendengar tangis dan kata-kata bundanya
Yang demikian itu maka Raden Samba berkata :

(28)
“Ya bunda, janganlah menangis lagi bunda kedua
Sebab ananda pergi ‘tuk menolong para pertapa
Semua ataslah titah Batara Guru Sang Jagad Nata
Dan ayahanda ‘lah berjanji akan melaksanakannya
Tetapi bunda tak usah khawatirkan ananda karena

(29)
Ayahanda telah anugerahi ananda Danur Marna,
Ilmu kawijayan yang kesaktiannya lebihi Raja Boma.”
Demi mendengar tutur kata dari sang putra tercinta,
Dewi Jembuati pun menangis lagi serayalah berkata:
“Yah, apa dayaku, jika sudah titah Sang Jagad Nata.”

(30)
Dewi Jembuati pun ambilkan pakaian Raden Samba
Yang bertahtakan manikam indah baguslah rupanya
Bertali leher kelit tiga, bergelanglah kana tiga, serta
Pancarkan warna-warna yang berkiauan cahayanya
Bersuntinglah bunga emas digubah dengan permata

(31)
Memakai chamar bertahtakan nilam pualam puspa
Yang beraneka macam rupanya amatlah bercahaya
Dengan dominasi warna hijau hingga Raden Samba
Nampaklah bersinarlah wajahnya nan tampan rupa
Laksana emas baru disepuh semakin elok wajahnya

(32)
Setelah berpakaian Raden Samba keluar dari istana
Temuilah ayahanda uwa Prabu Maharaja Bala Dewa
Sementara Sang Prabu Batara Krisna sibuk menata
Segala hulubalang, prajurit-prajurit gagah perkasa
Yang akan diikutsertakan mengawal Raden Samba

(33)
Pada saat Raden Samba Prawirajaya menemui uwa
Prabu Bala Dewa, ia sedang duduk di balai kencana
Memilihlah segala rakyat prajurit yang muda-muda
‘Tuk dijadikanlah prajurit Raden Samba Prawirajaya
Salah satu di antaranya pemuda bernama Suranata

(34)
Oleh karena kegagah-perkasaan pemuda Suranata,
Dia dipercaya jadilah kepala pasukan Raden Samba
Persiapan pun selesai, kemudian Prabu Bala Dewa
Pun menggandeng tangan putranya Raden Samba
Untuklah bersama-sama naik ke atas balai kencana
(35)
Dicium dan dipeluknya Raden Samba seraya berkata:
“Duh, putraku Raden Samba! Sungguhlah ayahanda
Pangling melihatmu, karena baru kali inilah ananda
Berpakaian indah seperti ini, nampak gagah laksana
Sang Kamajaya baru turun dari kayangan Suralaya.“

(36)
Mendengar pujian dari uwa prabunya Raden Samba
Tersenyum seraya berkata: “Ya uwa Prabu Baladewa,
Adapun ananda datang untuk mohon restu dan doa
Kepada uwa Prabu Baladewa, karena ananda segera
Berangkat ke gunung Jingga  dan gunung angkasa.”

(37)
Prabu Baladewa berkata: “Kapan berangkat Samba?”
“Esok hari saat ayam berkokok, uwa Prabu Baladewa!”
Jawab Raden Samba. “oya, Raden Samba Prawirajaya,
Hulubalang dan empat ratus prajurit yang ayahanda
Serahkan berikut seorang kepala bernama Suranata

(38)
Adalah prajurit yang gagah berani dan amat perkasa
Apalagi si prajurit kepala itu yang bernama Suranata
Tetapi, kau harus berhati-hati hadapi pasukan Boma
Sebab pasukan rakasa yang dipimpin Patih Pralemba
Dan Patih Angkasa itu, teramatlah kasar tandangnya.”

(39)
Maka Prabu Baladewa pun anugerahi Raden Samba
Beberapalah ilmu kesaktian dan ilmu strategi yudha
Setelah selesai semuanya Raden Samba Prawirajaya
Merunduk sembah hormat kepada Prabu Baladewa
Prabu Baladewa pun berpesanlah kepada Suranata:

(40)
“Wahai Suranata, hati-hati, dan kawal Raden Samba
Dengan segenap kemampuanmu di dalam yudha,
Jangan sampai lengah apalagi alpa akan waspada.”
Maka Sang Suranata menyembah Prabu Baladewa
Seraya berkata: “Segala titah tuanku paduka raja,

(41)
Hamba laksanakanlah sekuat kemampuan hamba!”

(42)
Setelah demikian, maka Raden Samba Prawirajaya
Berjalan ke luar darilah istana Maharaja Bala Dewa
Menujulah masuk ke istana ayahanda Batara Krisna
Dan di kawallah oleh Prajurit kepala sang Suranata
Setelah sampai di hadapanlah Sang Batara Krisna,

(43)
Raden Samba sembah hormat cium kaki ayahnya
Lalu duduk bersila di hadapan sang Batara Krisna
Maka Batara Krisna bertanya pada Raden Samba:
“Anakku, dari manakah kau memperoleh  tentara
Selengkap ini, dan nampak gagah perkasa pula?”

(44)
“Ya ayah, semua pemberian dari Prabu Baladewa!”
Batara Krisna tersenyum, lalu kembalilah bertanya:
“Kapan nanda akan berangkat ke Gunung Jingga?”
“Ananda berangkat esok saat dini hari, Ayahanda,
Sebab itu ananda datang mohon restu dan doa!”

(45)
Maka Batara Krisna pun memilih hulubalang muda
Dan gagah-gagah sebanyak empat ratus jumlahnya
Dilengkapi dengan senjata yang berbagailah rupa,
Ada yang bersenjata dadap, panah, lembing, trisula
Sesuai dengan keahliannya dalam gunakan senjata

(46)
Adalah seorang anak Patih Bimbang Darma Jaya,
Bernama Surama, dia telah asuhlah Raden Samba
Sejak kecil, dia memiliki kesaktian yang tiada tara
Sang Surama inilah yang dipilih oleh Batara Krisna
Sebagai penghulu segenaplah hulubalang kepala

(47)
Setelah segala persiapan lengkaplah, Batara Krisna
Jamulah sekalian hulubalang bersantap sesukanya,
Setelah itu mereka semua kembalilah ke wismanya
Hanya tinggal Batara Krisna dan Raden Samba saja
Mereka duduk berdua duduk di atas balai kencana

(48)
Syahdan Batara Krisna mengajarkan berbagai rupa
Ilmu kesaktian siasat perang kepada Raden Samba
Pun juga menganugerahi senjata pusaka bernama,
Kertawatas yang teramat sakti maka, Batara Krisna
Berpesan keras kepada Raden Samba Prawirajaya:

(50)
“Raden Samba anakku, ayah anugerahkan senjata
Pusaka, Kawertas ini yang teramat tinggi saktinya
Segalalah apa saja yang nanda kehendaki niscaya
Akan keluar dari dalam Kawertas seketika itu juga
Dan, para raksasa itupun akan takutlah melihatnya

(51)
Maka Raden Sambapun bermohonlah diri kepada
Ayahnya, Sang Sri Paduka Maharaja Batara Krisna
Maka Batara Krisna segera panggil Sang Suranata
Dan Sang Surama ‘tuk segera menghadap dirinya
Seketika itu datanglah sang Suranata dan Surama:

(52)
“Suranata, Surama! Aku percayakan Raden Samba
Kepada kalianlah berdua, dalam menumpas para
Patih dan begundalnya Sang Maharaja Bomantara
Di atas gunung Jingga Biru, dan gunung Angkasa
Habisi  mereka jangan sampai ada yang tersisa !”


Kp. Pangarakan, Bogor
sabtu, 15 September 2018
Pukul : 15:47 WIB

REFERENSI :
Balai Pustaka, “Sang Boma”
Penerbit : Balai Putaka 1978