Jumat, 24 April 2020

"KISAH SITI HAJAR & NABI IBRAHIM" By Ki Slamet 42

Blog Ki Slamet 42: Sajak Puisi Ki Slamet 42
Jumat, 24 April 2020 - 15.10 WIB

Image "Kota Mekah" (Foto: Google)

KISAH SITTI HAJAR & NABI IBRAHIM
By Ki Slamet 42

Alkisah Sitti Sarah istri Nabi Ibrahim pertama
Marah kepada Hajar Istri Nabi Ibrahim kedua
Sitti Hajar merasa cemburu dan tidaklah suka
Ia sumpah tak mau tinggal se negeri selamanya

Maka Siti Sarah paksalah Nabi Ibrahim supaya
Tinggalkan negeri Syam bersama istri keduanya
Hijrah   ke negeri lain dengan harapan semoga
Di  negeri baru  mereka dapat hidup sentausa

Pada waktu itulah Nabi Ibrahim a.s menerima
Wahyu dari Tuhan, yang perintahkan agar dia
Bersama-sama Sitti Hajar dan Ismail puteranya
yang masih kecil tinggalkan negeri Syam segera

Maka Nabi Ibrahim, Siti Hajar dan  puteranya  
Pergi ke arah selatan tanah Mekah tujuannya
Tetapi, Mekah waktu itu masihlah belum ada
Masih gurun pasir dan bukit berbatu ujudnya

Tak ada air, kering-kerontang, panas bagai api
 Tiadalah penghuni, kesana Nabi Ibrahim pergi
Membawa keluarganya Ismail serta sang isteri
Sebagaimana perintah darilah Sang Ilahi Rabbi

Beruntung di tempat yang kering seperti itu
Masihlah ada tumbuh sebatang pohon kayu
Yang bisa dijadikan tempat bertopang dagu
Hindari terik mentari dan hembus sang bayu

Pendek cerita, Nabi Ibrahim sediakan tirta
Tuk bekal istri dan sang puteranya tercinta
Sebab ia akan tinggali isteri dan puteranya
Ismail yang masih teramat kecil itu di sana

Sang Nabi Ibrahim berjalanlah secepatnya  
Melangkah tinggalkan tempat itu sesegera  
Kembali ke negeri Syam temui istri pertama
Sitti Hajar yang lihat segera susul suaminya

Sementara puteranya Ismail ditinggalkannya
 Di bawah pohon, berseru kepada suaminya:

“Wahai suamiku Ibrahim, mau kemanakah?
Apakah kau tega tinggalkan kami di sini?

Sitti Hajar menangis, hatinya sangat sedih
 Terus mengajak bahkan setengah merintih
Membujuk suaminya agar tidak jadi pergih
Meninggalkan dia  dan puteranya terkasih

Tetapi Nabi Ibrahim a.s. terus melangkah
Tidak jua mau menoleh barang sedikitlah
Tak mau mendengar tangis menyayat hati
Sitti Hajar berkata kepada Nabi Ibrahim:

“Tuhankah yang menyuruh engkau pergi?
Benarlah ya isteriku!” jawab Nabi Ibrahim
“Oh begitu, pabila demikian saya percaya
Tuhan tidak akan sia-siakan kami berdua”
  
Setelah berkata, Sitti Hajar pun segera
Tinggalkan suaminya, hampiri puteranya
Yang masih tidur di bawah pohon kayu
Sementara  Nabi Ibrahim terus berlalu

Maka dengan hati yang bulat dan tabah
Sebab menjunjung tinggi perintah Allah
Maka tiba di Baitul Haram ia bersembah
Berdoa kepada yang disembahnya Allah:

“Ya Allah, kami telah aniaya kepadaMu
Aku telah menempatkan keturunanku
Di tempat tandus dekat Baitul Haram
Yang tak ada buah-buah ‘tuk digunyam

Hendaklah engkau  menjadikan mereka
Orang yang dirikan shalat dan bertakwa
Hendaklah engkau jadikan hati manusia
Agar semua condonglah kepada mereka

Beri mereka rezeki dengan buah-buahan
Menerima keadaan penuh rasa kesabaran
Selesai doa Ibrahim lanjutkan perjalanan
Ke  Syam yang  syarat dengan tantangan

Sementara itu Sitti Hajar dan puteranya
Sepeninggal Nabi Ibrahim a.s. suaminya
Mengalami penderitaan yang tiada tara
Air persediaan tuk minum pun tak ada

Terik sang surya terasa bakar tubuhnya
Betapa sengsara dan dahaganya mereka
Betapa hausnya mereka tak bisa dikata
Sedang air susu Sitti Hajar kering pula

 Meski demikian Sitti Hajar tetap tabah
Ia kuatkan dirinya dan terus melangkah
Cari air ke kaki bukit Safa ia sampailah
Tangannya kucak kedua mata yang lelah

Ia lihat sekeliling, sejauh pandang mata
Tiada seorang manusia yang ada di Safa
Safa hanya padang pasir bukit batu saja
Dengan cuacanya yang  panas membara

Sampai di suatu tempat, di hadapannya
Ada bukit kecil bukit Marwah namanya
 Sitti Hajar ke  bukit itu dengan berlari
Tiba di sana, ia berhenti tatap sana-sini

Tapi tak satu pun jua manusia dijumpa
Meski perasaan lelah amat menderanya
Dia terus lari bulak-balik mengulangnya
Dari  Safa ke marwah terus diulangnya

Meski Sitti Hajar mengulang tujuh kali
Tiadalah satupun jua manusia dijumpai
Peristiwa inilah yang kemudian menjadi
Salah satu rukun haji yang disebut Sa’i

Sitti Hajar terhenyak di  kaki Marwah
Perasaan teramat letih, lesu, dan lelah
Tak bisa tahan haus lapar yang berulah
Kepada Allah akhirnya ia pun berserah

Ketika itu tiba-tiba ia mendengar suara
Entahlah dari mana memanggil namanya
Ia pun melihat ke sekeliling tapi tak ada
Seorang pun nampaklah terlihat di sana

Tapi tiba-tiba ia melihat malaikat Jibril   
Sedang mengepak-ngepakkan sayapnya
Ke tanah lalu raib dalam sekejap mata
Sitti Hajar dekatlahi tempat itu segera

Ataslah kebesaran Tuhan punya kuasa
Tanah yang t’lah dipukul oleh sayapnya
Malaikat Jibril  memancarkan air tirta
Yang tiadalah mau berhenti keluarnya

Sitti Hajar bendung air itu agar supaya
Jangan sampai ngalir ke tempat lainnya
Terhindarlah Sitti Hajar dan puteranya
Ismail darilah bahaya yang menimpanya

Air yang memancar ke luar dari lubang
Bekaslah pukulan Jibril hingga sekarang
Dikenal orang dengan nama Air Zamzam

Suatu ketika ada melintas serombongan
Kafilah suku Jurhum dari negeri Yaman
Mereka melihat banyak burung seliweran
Di sekitar bukit  Abi Qubeis perbukitan  

Mereka mengetahui di dekat bukit itu
Pastilah terdapat sumber air yang perlu
 Maka rombongan kafilah Jurhum suku  
Dekatilah tempat itu dengan menggebu

Dan memang benar di sana ada sumberair
Yang tiadalah habisnya terus saja mengalr
Mereka pun mendapatilah pula Sitti Hajar
Dan puteranya Ismail  di sana  bersangkar 

Maka suku Jurhum pun menetap di sana
Hingga turun-temurun, mereka akhirnya
Jadilah penduduk wadi itu yang pertama
Wadi itu kini disebutnya Mekah namanya

Di Mekah ini Sitti Hajar neninggal dunia
Ismail kawin dengan puteri suku Jurhum
Hingga di akhir hayatnya dan jenazahnya
Dimakamkan dekatlah Ka’bahnya Allah

Doa Nabi Ibrahim dikabulkan Tuhannya
Hingga wadi yang kering tandus akhirnya
Menjadi sebuah kota yang ramai jadinya
Dikunjungi ummat Islam di seluruh dunia
Untuk tunaikan rukun Islam yang kelima

~ KSP 42 ~
Jumat, 24 April 2020 – 11.35 WIB
Kp. Pangarakan, Lido – Bogor
 R e f e r e n s i :
C.Israr, “Sejarah Kesenian Islam”
Bulan Bintang – Jakarta 1978 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar