Blog Ki Slamet : "Sajak Puisi Slamet Priyadi"
Kamis, 25 Oktober 2018 - 03:35 WIB
Kamis, 25 Oktober 2018 - 03:35 WIB
Bomantara |
Ki
Slamet Priyadi 42 :
“SANG BOMANTARA”
Pupuh
XVII ( 1-26 )
17. Asmara Raden Samba,
Suranata, dan Surama
(1)
Kononlah, kedua
Patih Suranata dan Patih Surama
Dapat Dewi
Tunjung Biru dan Dewi Tunjung Maya
Maka Dewi
Tunjung Biru tanya pda Patih Suranata:
“Siapakah
kau ini yang nampaklah gagah perkasa?”
Jawablah
Patih Suranata: “Hambalah yang Bernama
(2)
Patih
Suranata pengawal hulubalang Raden Samba
Dan hamba
diperintah oleh ayahnya, Betara Kresna
Untuk tumpaslah
gerombolan para raksasa denawa
Yang ‘lah
banyak binasakan para begawan pertapa
Yang ada
di gunung Jingga dan gunung Angkasa.”
(3)
Tukas Patih
Suranata seraya memperbaiki mahkota
di kepalanya,
kemudian melanjutkan kata-katanya:
“Semua ini
atas titah Betara Guru, Sang Jagadnata
Kepada
Raden Samba ‘tuk menumpas para raksasa
Serta kedua
patihnya,Pralemba dan Wira Angkasa!”
(4)
Sementara
Surama yang dapat Dewi Tunjung Maya
Sedang
berasyik-masyuk pula di dalam taman tirta
Maka
ketiganya pun bermesraanlah bersama-sama
Di dalam
taman tirta di saat menjelang malam tiba
Hingga
mereka lupa karena terbuai nikmatnya cinta
(5)
Para menteri,
hulubalang yang menantikan mereka
Salinglah bertanya
kepada Begawan Karanda Dewa
Sebab
hingga tengah malam mereka belumlah tiba:
“Begawan,
sungguhlah kami khawatir pada mereka,
Takut ada
kejadian apa-apa pada mereka bertiga.”
(6)
Maka kata
Begawan Karanda seraya elus jenggotnya:
“jika
demikian kalian tunggu di sini, aku akan ke sana
Untuk
melihatnya!” Segera Begawan Karanda Dewa
Masuklah
ke dalam taman tirta untuk temui mereka
Tetapi Raden Samba Prawira, Suranata, dan Surama
(7)
Tidak
berada di dalam taman itu, heranlah Karanda:
“Lo,
kemanakah perginya mereka itu, Raden Samba,
Patih
Suranata, dan Patih Surama?” sebab itu maka,
Begawan
Karanda Dewa pun diam sejenak lalu dia
Berjalan
kembali pada balai gading tempat semula
(8)
Raden
Samba Prawira duduk beristrirahat di sana
Betapa
Begawan Karanda Dewa terpukau jadinya
Melihat
hasil seni ukiran yang indah-indah di sana
Di balai gading yang tampaklah di sekelilingnya
Ditumbuhi pohon-pohon
yang sedang berbunga
(9)
Dilengkapi
tempat tidur bertiraikan kelambunya
Begawan
Karanda Dewa pun jadi bertanya-tanya:
“Siapa
yang miliki balai ini, apa dia Pertapa pula?
Hm, akan
tetapi jika dilihat dari cara-cara menata
Pastilah
ini hasil tata laku seorang bidadarilah jua
(10)
Ya,
jangan-jangan Raden Samba Prawira, Surama,
Dan
Suranata itu, mereka semua berada
di sana
Sebab aku
lihat ada tiga bilik balai peraduannya.”
Maka
Karanda Dewa pun keluar dari Taman Tirta
Secara
perlahan agar tak diketahui Raden Samba
(11)
Ketika Begawan
Karanda melangkahkan kakinya,
Dia
mendengar suara Raden Samba Prawirajaya
Dan pula
Suara Patih Suranata pun Patih Surama
Dari dalam
bilik balai peraduan yang dilewatinya
Begawan
Karanda cepat tinggalkan Taman Tirta
(12)
Dia jadi
tersenyum ketika tadi mendengar suara
Raden
Samba, Patih Suranata dan Patih Surama
Ketika
merayu masing-masing dari bidadarinya
Setelah
sampai, maka dia menghimpun segera
Segala
menteri dan hulubalang para prajuritnya
(13)
Agar
semuanya segera kumpul di Taman Tirta
Maka
terdengarlah suara berisik sorak mereka
Oleh Raden
Samba Prawirajaya, Patih Suranata,
Dan Patih
Surama yang sedang bercengkerama
Prajurit
tersenyum, tahu tuannya dimabuk cinta
(14)
Sadar
dengan apa yang terjadi, seketika itu juga
Terasa
emas tubuh Dewi Tunjung sari dibuatnya
Nampaklah
pula jadi pucat pasi paras wajahnya
Hal itu membuat
Raden Samba jadi merasa iba
Lalu ia
pun menyuruhnya mandi seraya berkata:
(15)
“Dinda
Dewi Tunjung Sari belahan sukma kanda
Sebaiknya
segeralah dinda mandi di Kolam Tirta
Dan kanda
pun akan mengantar dinda ke sana!”
Maka Dewi
Tunjung Sari dipapah Raden Samba
Dari atas
balai bilik peraduannya ke Kolam Tirta
(16)
Sementara
itu Begawan Karanda Dewa beserta
Segenap
hulubalang jadi tercengang dibuatnya
Saat
melihat tuannya Raden Samba Prawirajaya
Memapah
seorang Bidadari yang teramat jelita
Setelah
selesai mandi Raden Samba Prawirajaya
(17)
Dan Dewi
Tunjung Sari kembalilah ke Balai Tirta
Demikian pula
Patih Suranata dan Patih Surama
Mereka
berdua pergi menuju ke Balai Tirta pula
Bersama
dengan kedua Bidadari pujaan hatinya
Dia Dewi
Tunjung Biru dan Dewi Tunjung Maya
(18)
Dewi
Tunjung Sari pun segera sambut mereka
Lalu duduk
di atas balai gading yang tersedia
Betapa
suka-citanya Raden Samba Prawirajaya
Melihat
mereka bertiga bercanda bersuka cita
Bercengkerama
menceritakan pengalamannya
(19)
Ketika itu
datanglah Begawan Karanda Dewa
Beserta segala
menteri hulubalang semuanya
Menghadap
pada Raden Samaba Prawirajaya
Maka
Berkata Sang Begawan Karanda Dewa:
“Kami
ucapkan selamat untuk tuanlah bertiga
(20)
Karena
telah mendapatkanlah emas permata
Yang amat
sangat indah tiadalah bandingnya
Di Taman
Tirta ini!” Sementara Raden Samba
Hanya
tersenyum begitu pun kedua patihnya
Sang Patih
Suranata dan Sang Patih Surama
(21)
Maka, dengan senyum dikulum Raden Samba
Berkata:
“Benar kata paman Begawan Karanda,
Tetapi sekarang
ini juga paman Karanda Dewa
Segeralah
himpun menteri, hulubalang semua
Bersiap
untuk kembali dahulu ke negeri kita!”
(22)
“Siap
Raden, segala menteri hulubalang semua
Mereka
Sudah hamba kumpulkan tinggal hanya
Menunggu perintah darilah Raden Samba saja!”
Demikian jawaban
dari Begawan Karanda Dewa
Maka
berkatalah pula Raden Samba Prawirajaya:
(23)
“Jika
demikian, perintahkan segala prajurit kita
Untuk
segera berjalan, siapkan pula keretanya
Beserta
sekalian gajah dan kuda penariknya!”
Maka Sang
Begawan Karanda Dewa berkata:
“Siap,
segala titah patik junjung di atas kepala!”
(24)
Maka para
menteri, hulubalang pun semuanya
Mulailah
bergerak berjalan dengan keretanya
Raden
Samba naik kereta dengan bidadarinya
Dewi
Tunjung Sari, begitu pula Patih Suranata
Naik
kereta berada di sisi kanan Raden Samba
(25)
Sedang
Patih Surama di sisi kiri Raden Samba
Nampak
mesra bersama Dewi Tunjung Maya
Sedangkan
Begawan Karanda Dewa, beserta
Segala menteri,
dan para hulubalang berada
Di posisi belakang
Raden Samba Prawirajaya
(26)
Mereka pun
bergerak menuju arah Sang Surya
Mulai
pancarkan sinarnya terangi mayapada
Maka
teramatlah gegap gempitalah suaranya
Apalagi bunyi
suara pasukan gajah dan kuda
Amat
bergemuruh dan memekakkan telinga
Minggu, 25 Oktober 2018
Pukul
: 03:46 WIB
REFERENSI
:
Balai
Pustaka, “Sang Boma”
Penerbit
: Balai Putaka 1978
Tidak ada komentar:
Posting Komentar