Sajak Puisi Ki Slamet Priyadi 42
Selasa, 23 Oktober 2018 - 05:20 WIB
Selasa, 23 Oktober 2018 - 05:20 WIB
Bomantara |
Ki
Slamet Priyadi 42 :
“SANG BOMANTARA”
Pupuh
XVI ( 1-29 )
16. Samba Jatuh Cita Pada
Dewi Tujung Sari
(1)
Ketiganya
pun berjalanlah perlahan-lahan seraya
Membawalah
kain untuk salin pakaian seperlunya
Dewi
Tunjung Sari berjalan gemulailah langkahnya
Bagai
burung pucung kanginan manislah lakunya
Siapa saja yang melihat tentu tertarik
dibuatnya
(2)
Ketika itu
Raden Samba bersama Patih Suranata
Dan Patih
Surama pun pergi ke taman tirta pula
Maka mereka
pun salinglah berpadasan di sana
Dewi
Tunjung Sari terlihatlah oleh Raden Samba
Meskipun
tak berdandan sebagaimana mestinya
(3)
Nampaklah
betapalah cantik jelita rupa parasnya
Raden
Samba Prawirajaya tercengang dibuatnya
Sungguh
ketika itu juga Raden Samba jatuh cinta
Ia Laksana
orang yang mabuk kecubung lakunya
Dewi
Tunjung Sari ‘lah membuatnya mabuk cinta
(4)
Maka Raden
Samba pun bertanya kepada kedua
Patihnya, Sang
Patih Suranata, dan Patih Surama:
“Paman
patih, ketiga wanita itu bidadari
rupanya
Tapi saya
lihat satu betapa amat cantik parasnya,
Bagaimana
menurut pikir paman patih berdua?”
(5)
Maka
berkata Patih Suranata dan Patih Surama:
“Ya,
seperti kata raden begitu kata hamba pula,
Jika Raden
amatlah berkenan kepada ketiganya
Akan hamba
panggil mereka ke sini semuanya!”
Raden
Sambapun berkata pada kedua patihnya:
(6)
“Ya paman
patih, tetapi satu saja dari ketiganya,
Dia yang
berada paling belakang dari mereka!”
“Baik
Raden, titahkan hamba hampiri mereka!”
Betapa
suka-citanya Raden Samba Prawirajaya
Demi
mendengar jawaban dari kedua patihnya
(7)
Kemudian Raden Samba berkatalah seketika:
“Jangan!
kalau ketiganya terbang, bagaimana?
Baiknya
kita tunggu mau kemanakah mereka?
Sekarang
lebih baik kita bersembunyilah saja!”
Raden
Samba Prawirajaya ajak kedua patihnya
(8)
Bersembunyi di balik pohon Nagasari Raksasa
Yang amat
besar batangnya pun lebat daunya
Seraya
amati ketiga bidadari kemana perginya
Ternyata
ketiganya itu menuju ke kolam tirta
Rupanya
mereka itu hendaklah mandi di sana
(9)
Setiba di
kolam sepertinya mereka merasa ada
Yang memperhatikannya,
karena itu ketiganya
Tengok
kiri-kanan sekitar kolam setelah dirasa
Aman mereka
pun mandi di kolam yang airnya
Begitu
jernih dan terasa sangatlah sejuk dirasa
(10)
Sementara
Raden Samba dan kedua patihnya
Nikmati indahnya alam Kayangan Indera loka
Setelah
ketiga bidadari selesailah mandi maka
Mereka pun
segera bersalin pakaian sesegera
Ketika
mereka hendak kembali lagi ke wisma,
(11)
Dewi Tunjung
Sari tiba-tiba mengambil timba
Lalu mengisinya
penuh dengan air kolam tirta
Kemudian
ia sirami pohon –pohon dan bunga
Yang ada di
di sekitar taman dan kolam hingga
Sampai
tempat bersembunyinya Raden Samba
(12)
Tapi Dewi
Tunjung Sari tak lihat Raden Samba
Dan Patih
Suranata, serta Patih Surama berada
Sembunyi
di baliklah pohon yang lebat daunnya
Maka
didalam hatinya berkatalah Raden Samba:
“Hm, saat
inilah kudapatkan kau bidadari Surga!”
(13)
Dewi
Tunjung Sari yang tiada menyadari adanya
Berkata:
“Kanda Tunjung Biru dan Tunjung Maya
Mari kita kembali, hati dinda berdebar rasanya!”
Maka sahut
Dewi Biru dan Dewi Tunjung Maya:
“Ya dinda,
mari segera kita kembali ke Wisma!”
(14)
Maka Raden
Samba pun menyuruh Patih Surama
Dan Patih
Suranata keluar dari persembunyiannya
Tangkap
Dewi Tunjung Sari, Dewi Tunjung Maya
Maka segeralah
Patih Surama dan Patih Suranata
Pun tangkap
keduanya yang terkejutlah seketika
(15)
Dengan wajah
pucat-pasi, Dewi Tunjung Maya,
Dan Dewi Tunjung Biru berkatalah terbata-bata:
“Hai,
siapakah kalian yang tangkap kami berdua
Kalian
amat kurang ajar tak punya tata kerama!”
Melihat
itu, Dewi Tunjung Sari berlari berupaya
(16)
Minta
pertolongan dengan berteriak sekerasnya
Sambil
berlari tetapi ada Raden Samba Prawijaya
Yang
seketika keluar dari tempat sembunyiannya
Pohon
Nagasari raksasa yang amat lebat daunnya
Lalu
tangkap Dewi Tunjung Sari dengan cepatnya
(17)
Seraya
berkata: “Hayo, mau lari kemanakah dinda?”
Betapa
kaget Dewi Tunjung Sari, lalu berkatalah ia:
“Siapakah
engkau, betapalah kalian kurang ajarnya
Perbuatan
kalian sungguh tak punya tata kerama
Bagai lakunya
bangsa para raksasa denawa saja!”
(18)
Raden
Samba pun tersenyumlah seraya berkata:
“Hamba ini
bernama Raden Samba Prawirajaya
Putera
dari Raja Dwarawati Sang Betara Kresna
Dan tuan
bidadari yang cantik siapa namanya?”
Sambil
tataplah Raden Samba Prawirajaya, maka
(19)
Dewi
Tunjung Sari pun berupaya sekuat tenaga
Lepaskan
dirinya dari genggaman Raden Samba
Tapi ia justru
malah jatuh ke dada Raden Samba
Raden
Samba pun segeralah cepat memeluknya
Keduanya
pun saling pandang bertatapan mata
(20)
Dewi
Tunjung Sari meronta dari pelukan Samba
Seraya
berkata: “Siapakah tuan, lepaskan saya?”
Raden
Sambapun tak mau lepaskan pelukannya
Serayalah berkata:
“Nama hamba Raden Samba
Jangan
dinda Bidadari lepas dari pelukan hamba
(21)
Karena hamba
cuma mendamba adindalah saja!”
Maka Dewi
Tunjung Sari menyahut: “Hm Samba,
Cepatlah
Lepaskan aku dari pelukkanmu Samba,
Jika
tidak, maka aku akan berteriak sekerasnya!”
Maka Raden
Samba pun melepaskan pelukannya
(22)
Setelah demikian
ia berkata: ”Duhai Bidadari jelita
Katakan wahai
bidadari, siapa kau punya nama?”
Kata Dewi
Tunjung Sari:“Aku tak mau sebut nama
Oleh sebab
menurutku, itu tiadalah ada gunanya!”
Kata Dewi
Tunjung Sari seraya palingkanlah muka
(23)
Saking gemasnya
pada sang bidadari yang tiada
Mau
sebutkanlah namanya, maka Raden Samba
Cium leher
Tunjung sari yang membelakanginya
“Auuu!”
teriak Dewi Tunjung Sari malu ia rasanya
Tapi apa
daya karena sebenarnya ia menyukainya
(24)
Saking
malu Dewi Tunjung Sari diam seribu basa
Tiadalah
seberapa lamanya maka dia pun berkata:
“Wahai
kanda Raden Samba, apalah guna nama?”
“Aduhai
Bidadari yang teramatlah cantik parasnya
Tentulah
nama itu amat bermanfaat bagi hamba,
(25)
Sebagai
pengingat pada wanita yang saya suka!”
Demikian
tutur Raden Samba Prawirajaya seraya
Pegang
lengan Dewi Tunjung Sari dengan mesra
Tiada
terasa Dewi Tunjung Sari rundukkan kepala
Saat itu
Raden Samba Prawirajaya pun bertanya:
(26)
“Duhai
Bidadari dambaan kasihlah hamba semata
Jangan
Bidadari ragu, katakan dinda punya nama!”
Dewi
Tunjung Sari menaatap mata Raden Samba,
Seraya
berkata: “Sebab dinda tak mau sebut nama
Oleh
karena dinda merasa sungkan kepada kanda
(27)
Kanda
adalah putera seorang raja besar bernama
Prabu
Betara Kresna titisanlah Mahawisnu Dewa!”
Dengarlah
alasan itu tersenyumlah Raden Samba,
Maka dia
pun berkata: “Duh Dewa, tiadalah dinda
Kanda lepas
lagi sekali pun kanda hilang nyawa!”
(28)
Terharulah
Dewi Tunjung Sari dengarlah kata-kata
Raden
Samba itu, air matanya menetes tak
terasa
Sambil
hapus airmata Dewi Tunjung Sari berkata:
“Kanda
Samba, Dewi Tunjung Sarilah nama dinda!”
“Oh,
betapa cantiknya nama itu, secantik orangnya!”
(29)
Adapun Raden
Samba itu merasa terenyuh hatinya
Melihat
masih ada air mata di pipi dewi pujaannya
Maka
dibujuklah Dewi Tunjung Sari seraya berkata:
“Hapuslah
air mata dinda, Dewi belahan hati kanda
Mari, duduk di bawah pohon Nagasari itu dinda!”
Sabtu,
13 Oktober 2018
Pukul
: 05:22 WIB
REFERENSI
:
Balai
Pustaka, “Sang Boma”
Penerbit
: Balai Putaka 1978
Tidak ada komentar:
Posting Komentar