Senin, 22 Oktober 2018

Ki Slamet Priyadi 42 : “SANG BOMANTARA” Pupuh 16

Sajak Puisi Ki Slamet Priyadi 42
Selasa, 23 Oktober 2018 - 05:20 WIB

Bomantara

Ki Slamet Priyadi 42 :
“SANG  BOMANTARA”
Pupuh XVI ( 1-29 )

16.  Samba Jatuh Cita Pada Dewi Tujung Sari

(1)
Ketiganya pun berjalanlah perlahan-lahan seraya
Membawalah kain untuk salin pakaian seperlunya
Dewi Tunjung Sari berjalan gemulailah langkahnya
Bagai burung pucung kanginan manislah lakunya
 Siapa saja yang melihat tentu tertarik dibuatnya

(2)
Ketika itu Raden Samba bersama Patih Suranata
Dan Patih Surama pun pergi ke taman tirta pula
Maka mereka pun salinglah berpadasan di sana
Dewi Tunjung Sari terlihatlah oleh Raden Samba
Meskipun tak berdandan sebagaimana mestinya

(3)
Nampaklah betapalah cantik jelita rupa parasnya
Raden Samba Prawirajaya tercengang dibuatnya
Sungguh ketika itu juga Raden Samba jatuh cinta
Ia Laksana orang yang mabuk kecubung lakunya
Dewi Tunjung Sari ‘lah membuatnya mabuk cinta

(4)
Maka Raden Samba pun bertanya kepada kedua
Patihnya, Sang Patih Suranata, dan Patih Surama:
“Paman patih, ketiga wanita itu bidadari  rupanya
Tapi saya lihat satu betapa amat cantik parasnya,
Bagaimana menurut pikir paman patih berdua?”

(5)
Maka berkata Patih Suranata dan Patih Surama:
“Ya, seperti kata raden begitu kata hamba pula,
Jika Raden amatlah berkenan kepada ketiganya
Akan hamba panggil mereka ke sini semuanya!”
Raden Sambapun berkata pada kedua patihnya:

(6)
“Ya paman patih, tetapi satu saja dari ketiganya,
Dia yang berada paling belakang dari mereka!”
“Baik Raden, titahkan hamba hampiri mereka!”
Betapa suka-citanya Raden Samba Prawirajaya
Demi mendengar jawaban dari kedua patihnya

(7)
Kemudian  Raden Samba berkatalah seketika:
“Jangan! kalau ketiganya terbang, bagaimana?
Baiknya kita tunggu mau kemanakah mereka?
Sekarang lebih baik kita bersembunyilah saja!”
Raden Samba Prawirajaya ajak kedua patihnya

(8)
 Bersembunyi di balik pohon Nagasari Raksasa
Yang amat besar batangnya pun lebat daunya
Seraya amati ketiga bidadari kemana perginya
Ternyata ketiganya itu menuju  ke kolam tirta
Rupanya mereka itu hendaklah mandi di sana

(9)
Setiba di kolam sepertinya mereka merasa ada
Yang memperhatikannya, karena itu ketiganya
Tengok kiri-kanan sekitar kolam setelah dirasa
Aman mereka pun mandi di kolam yang airnya
Begitu jernih dan terasa sangatlah sejuk dirasa

(10)
Sementara Raden Samba dan kedua patihnya
 Nikmati indahnya alam Kayangan Indera loka
Setelah ketiga bidadari selesailah mandi maka
Mereka pun segera bersalin pakaian sesegera
Ketika mereka hendak kembali lagi ke wisma,

(11)  
Dewi Tunjung Sari tiba-tiba mengambil timba
Lalu mengisinya penuh dengan air kolam tirta
Kemudian ia sirami pohon –pohon dan bunga
Yang ada di di sekitar taman dan kolam hingga
Sampai tempat bersembunyinya Raden Samba

(12)
Tapi Dewi Tunjung Sari tak lihat Raden Samba
Dan Patih Suranata,  serta Patih Surama berada
Sembunyi di baliklah pohon yang lebat daunnya
Maka didalam hatinya berkatalah Raden Samba:
“Hm, saat inilah kudapatkan kau bidadari Surga!”

(13)
Dewi Tunjung Sari yang tiada menyadari adanya
Berkata: “Kanda Tunjung Biru dan Tunjung Maya
 Mari kita kembali, hati dinda berdebar rasanya!”
Maka sahut Dewi Biru dan Dewi Tunjung Maya:
“Ya dinda, mari segera kita kembali ke Wisma!”

(14)
Maka Raden Samba pun menyuruh Patih Surama
Dan Patih Suranata keluar dari persembunyiannya
Tangkap Dewi Tunjung Sari,  Dewi Tunjung Maya
Maka segeralah Patih Surama dan Patih Suranata
Pun tangkap keduanya yang terkejutlah seketika

(15)
Dengan wajah pucat-pasi, Dewi Tunjung Maya,
 Dan Dewi Tunjung Biru berkatalah terbata-bata:
“Hai, siapakah kalian yang tangkap kami berdua
Kalian amat kurang ajar tak punya tata kerama!”
Melihat itu, Dewi Tunjung Sari berlari berupaya

(16)
Minta pertolongan dengan berteriak sekerasnya
Sambil berlari tetapi ada Raden Samba Prawijaya
Yang seketika keluar dari tempat sembunyiannya
Pohon Nagasari raksasa yang amat lebat daunnya
Lalu tangkap Dewi Tunjung Sari dengan cepatnya

(17)
Seraya berkata: “Hayo, mau lari kemanakah dinda?”
Betapa kaget Dewi Tunjung Sari, lalu berkatalah ia:
“Siapakah engkau, betapalah kalian kurang ajarnya
Perbuatan kalian sungguh tak punya tata kerama
Bagai lakunya bangsa para raksasa denawa saja!”

(18)
Raden Samba pun tersenyumlah seraya berkata:
“Hamba ini bernama Raden Samba Prawirajaya
Putera dari Raja Dwarawati Sang  Betara Kresna
Dan tuan bidadari yang cantik siapa namanya?”
Sambil tataplah Raden Samba Prawirajaya, maka

(19)
Dewi Tunjung Sari pun berupaya sekuat tenaga
Lepaskan dirinya dari genggaman Raden Samba
Tapi ia justru malah jatuh ke dada Raden Samba
Raden Samba pun segeralah cepat memeluknya
Keduanya pun saling pandang bertatapan mata

(20)
Dewi Tunjung Sari meronta dari pelukan Samba
Seraya berkata: “Siapakah tuan, lepaskan saya?”
Raden Sambapun tak mau lepaskan pelukannya
Serayalah berkata: “Nama hamba Raden Samba
Jangan dinda Bidadari lepas dari pelukan hamba

(21)
Karena hamba cuma mendamba adindalah saja!”
Maka Dewi Tunjung Sari menyahut: “Hm Samba,
Cepatlah Lepaskan aku dari pelukkanmu Samba,
Jika tidak, maka aku akan berteriak sekerasnya!”
Maka Raden Samba pun melepaskan pelukannya

(22)
Setelah demikian ia berkata: ”Duhai Bidadari jelita
Katakan wahai bidadari,  siapa kau punya nama?”
Kata Dewi Tunjung Sari:“Aku tak mau sebut nama
Oleh sebab menurutku, itu tiadalah ada gunanya!”
Kata Dewi Tunjung Sari seraya palingkanlah muka

(23)
Saking gemasnya pada sang bidadari yang tiada
Mau sebutkanlah  namanya, maka Raden Samba
Cium leher Tunjung sari  yang membelakanginya
“Auuu!” teriak Dewi Tunjung Sari malu ia rasanya
Tapi apa daya karena sebenarnya ia menyukainya

(24)
Saking malu Dewi Tunjung Sari  diam seribu basa
Tiadalah seberapa lamanya maka dia pun berkata:
“Wahai kanda Raden Samba, apalah guna nama?”
“Aduhai Bidadari yang teramatlah cantik parasnya
Tentulah nama itu amat bermanfaat bagi hamba,

(25)
Sebagai pengingat pada wanita yang saya suka!”
Demikian tutur Raden Samba Prawirajaya seraya
Pegang lengan Dewi Tunjung Sari dengan mesra
Tiada terasa Dewi Tunjung Sari rundukkan kepala
Saat itu Raden Samba Prawirajaya pun bertanya:

(26)
“Duhai Bidadari dambaan kasihlah hamba semata
Jangan Bidadari ragu, katakan dinda punya nama!”
Dewi Tunjung Sari  menaatap mata Raden Samba,
Seraya berkata: “Sebab dinda tak mau sebut nama
Oleh karena dinda merasa sungkan kepada kanda

(27)
Kanda adalah putera seorang raja besar bernama
Prabu Betara Kresna titisanlah Mahawisnu Dewa!”
Dengarlah alasan itu tersenyumlah Raden Samba,
Maka dia pun berkata: “Duh Dewa, tiadalah dinda
Kanda lepas lagi sekali pun kanda hilang nyawa!”

(28)
Terharulah Dewi Tunjung Sari dengarlah kata-kata
Raden Samba itu,  air matanya menetes tak terasa
Sambil hapus airmata Dewi Tunjung Sari  berkata:
“Kanda Samba, Dewi Tunjung Sarilah nama dinda!”
“Oh, betapa cantiknya nama itu, secantik orangnya!”

(29)
Adapun Raden Samba itu merasa terenyuh hatinya
Melihat masih ada air mata di pipi dewi pujaannya
Maka dibujuklah Dewi Tunjung Sari seraya berkata:
“Hapuslah air mata dinda, Dewi belahan hati kanda
Mari,  duduk di bawah pohon Nagasari itu dinda!”


Sabtu, 13 Oktober 2018
Pukul : 05:22 WIB
REFERENSI :
Balai Pustaka, “Sang Boma”
Penerbit : Balai Putaka 1978
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar