Blog Ki Slamet Priyadi
Sajak Puisi Ki Slamet Priyadi
Minggu, 21 Oktober 2018 - 06:17 WIB
Sajak Puisi Ki Slamet Priyadi
Minggu, 21 Oktober 2018 - 06:17 WIB
Bomantara |
Ki
Slamet Priyadi 42 :
“SANG BOMANTARA”
Pupuh
XV ( 1-20 )
15. Bertemu Tiga Bidadari Dari Kayangan
(1)
Alkisah
setelah bermohon diri kepada pertapa,
Raden
Samba bersama Begawan Karanda Dewa
Serta
segenap para hulubalang, dan prajuritnya
Pun berjalanlah
melewati hutan rimba belantara
Bergerak
menuju arah terbenamnya sang Surya
(2)
Di
sepanjang jalan dia melihat beraneka bunga
Harum
semerbaklah wanginya seperti layaknya
Persembahkan
wangi itu kepada Raden Samba
Setelah
sekian lama berjalan tampaklah di mata
Ada sebuah
desa terletak di kaki bukit Perjuwita
(3)
Banyaklah
tumbuh pepohonan lebatlah buahnya
Ranum-meranum
berwarnakan merahlah belaka
Hingga
banyak burung-burung hinggap di sana
Berterbangan
dari pohon satu ke pohon lainnya
Makanlah
buah-buahan itu dengan nikmatinya
(4)
Tiba di
desa Perjuwita Raden Samba Prawirajaya
Segeralah
singgah, oleh karena itu maka segala
Gajah,
kuda tunggangan, dan semua keretanya,
Ditambat
pada pohon-pohon itu serta pakannya
Lalu Raden
Samba dan Begawan Karanda Dewa
(5)
Pun
duduklah di bawah pohon nagasari seraya
Perhatikan
burung-burung bercanda bersukaria
Berterbangan
kian-kemari tiada henti-hentinya
Tiadalah
terasa hari pun sudah diambang senja
Burung
hantu di atas pohon berguik suaranya
(6)
Burung-burung
cacar mencuit keras bersuara
Teramatlah
riuh, seperti tegur Raden Samba
Begawan
Karanda Dewa, beserta pasukannya
Agar
bebersihlah diri mandi di kolam yang ada
Di desa
Perjuwita tidak jauh dari Raden Samba
(7)
Kolam itu
berada di tengah taman yang serba
Indah
rupanya, pagarnya berukir bunga-bunga
Yang ditumbuhi
banyak pohon beraneka rupa
Dengan
bunga-bunga yang harumlah baunya
Di tepi
taman, terdapat jambangan perak suasa
(8)
Yang
ditanami dengan bermacam bunga-bunga
Antaranya
bunga taluki, melur, dan sebagainya
Ya,
begitulah pula di sepanjang pagar-pagarnya
Di dalam
taman itu terdapatlah tiga puteri jelita
Tunjung Sari,
Tunjung Biru, dan Tunjung Maya
(9)
Di antara
ketiga puteri yang dikenal cantik jelita
Dewi Tunjung
Sari yang paling cantik parasnya
Alkisah
diceritakanlah oleh yang empunya cerita
Suatu
ketika, Batara Kamajaya ke Kayangan Loka
Ia melihat
Dewi Tunjung Sari cantiklah parasnya
(10)
Maka
Betara Kamajayapun bermaksud membawa
Ketiganya
‘tuk dijadikan dayang tapi menolaknya
Maka
ketiganya melapor kepada Sang Jagadnata
Betara
Guru merasa kasihan, maka berkatalah ia:
“Hai
Tunjung Sari, Tunjung Biru, Tunjung Maya,
(11)
Kalian
bertiga ini masih berada Inderaloka, niscaya
Kalian
bertiga akan dibawanya juga oleh Kamajaya
Karena
itulah kalian bertiga turunlah ke Marcapada
Agar tak
diambil Kamajaya jadi dayang-dayangnya!”
Maka
ketiganya menangis, menyembah Jagadnata
(12)
Kemudian
ketiganya itu pun turunlah ke Marcapada
Ke desa Perjuwita
tempat singgahnya Raden Samba
Mendiamilah
taman itu hingga ‘tuk berapa lamanya
Maka
Tunjung Sari, Tunjung Biru dan Tunjung Maya
Duduklah
di atas balai gading seraya petiklah bunga
(13)
Di taman
itu, ketiganya betapa amatlah suka citanya
Suasanya
nyaman, sejuk, asri dengan beraneka rupa
Bunga-bunga
yang sangat harum semerbak baunya
Disertai suara
gemericik air yang memancar dari sela
Batu-batu
yang menghampar di tengah kolam tirta
(14)
Ketika
hari pun menjelang rembang petang, maka
Sang Surya
mulai sembunyi di balik gunung Jingga
Nampak kumbang
hisap bunga di tepi kolam tirta
Berdengung-dengung
suaranya di telinga laksana
Lantunan
nada-nada indah tembang asmarandana
(15)
suara serangga
malam terdengarlah menggema
Burung-burung
pun berkicauan riang suaranya
Nyaring
melengking terasa pekakkanlah telinga
Seperti
memberi tahu pada ketiga bidadari jelita
Tibanya
Raden Samba Prawirajaya ke taman tirta
(16)
Saat itu
Dewi Tunjung Sari sedang ciumi bunga
Sambil
berbaring tengadah tataplah ke angkasa
Terbayanglah
dia akan kayangan keinderaannya
Tiadalah
terasa air matanya menetes di pipinya
Laksana
mutiara yang berkilauanlah cahayanya
(17)
Melihat
itu, Dewi Tunjung Biru pun iba hatinya
Akan Dewi
Tunjung Sari maka diapun bertanya:
“Dinda,
ada apa dinda menangis begitu rupa?”
“Ya Kanda,
adapun dinda menangis ini, karena
Dinda teringat
pada Kayangan Kainderaan kita
(18)
Tidakkah
kita ini akan dikembalikan lagi ke sana
Oleh
Betara Guru Sang Jagad Nata itu, kanda?”
Tanya Dewi
Tunjung Sari, tambah kesedihannya
Jawab Dewi
Tunjung Biru, perlahan dia berkata:
“Sudahlah
dinda, tak perlu kita sesali semuanya
(19)
Itu sudah
merupakan kehendak darilah Dewata
Tiadalah
lagi kita dikembalikan ke Indera loka!”
Keduanya
pun berpelukkan menangis sejadinya
Kesedihan
mereka buatlah Dewi Tunjung Maya
Pun merasa
iba juga, maka keduanya diajaknya
(20)
Pergi bermain-main
untuk mandi di kolam tirta:
“Aduhai
saudaraku, marilah kita bersama-sama
Mandi di
kolam tirta bercandaria, bersuka-suka
Hilangkan
segala duka lara, dan kesedihan kita
“Baik
kanda!” Jawab keduanya nampak gembira
Minggu,
21 Oktober 2018
Pukul
: 07:25 WIB
REFERENSI
:
Balai
Pustaka, “Sang Boma”
Penerbit
: Balai Putaka 1978
Tidak ada komentar:
Posting Komentar