Blog Slamet Priyadi :
"Sajak Puisi Ki Slamet Priyadi 42"
Senin, 29 Oktober 2018 - 07:46 WIB
"Sajak Puisi Ki Slamet Priyadi 42"
Senin, 29 Oktober 2018 - 07:46 WIB
Bomantara |
Ki
Slamet Priyadi 42 :
“SANG BOMANTARA”
Pupuh
XVIII ( 1-38 )
18. Pertempuran di Gunung Tenunan
(1)
Konon seperti yang sudah dikisahkan
sebelumnya
Bahwa
setelah Patih Pralemba, dan Patih Angkasa
Tewas,
mayatnya itu dibawa ke negeri Trajutrisna
Lalu mayat
keduanya dihidupkan Raja Bomantara
Dengan
menciratkan air Cangkok Wijaya Kusuma
(2)
Salah satu
kembang milik Dewa Wisnu yang bisa
Hidupkan
manusia yang sudah meninggal dunia
Oleh
Wisnu, Kembang Cangkok Wijaya Kusuma
Dianugerahkanlah
kepada puteranya Bomantara
Dari
istrinya Dewi Pertiwi penguasalah Bumi loka
(3)
Raja
Bomapun cipratkan ke wajah kedua patihnya
Denganlah
air Kembang Cangkok Wijaya Kusuma
Maka,
seketika Patih Pralemba dan Wira Angkasa
Pun hiduplah,
ruhnya kembali ke jazadnya semula
Lalu
bangkit menyembah kepada Raja Bomantara
(4)
Seraya
berkata: “Hamba ucap kepada tuanlah raja
Banyak
terimakasih karena hidupkan kami berdua
Dan
saatlah ini juga kami pergi ke gunung Jingga
Tuk
melanjutkan tugas dari Sri Paduka Raja Boma
Bunuh para
Pertapa yang ada di gunung Jingga!”
(5)
Maka
keduanya beserta segenap prajurit raksasa
Dengan
perasan api dendam yang menyala-nyala
Pergi ke
gunung Jingga untuk binasakan pertapa
Dan
melepaskan dendamnya pada Raden Samba
Yang bunuh
mereka dipertempuran sebelumnya
(6)
Alkisah
demilah melihat segenap pasukan raksasa
Banyaklah
berdatangan baik dari darat dan udara
Semua para
pertapa yang ada di gunung Jingga
Pada berlarian
ketakutan menyelamatkan dirinya
Setengahnya
larilah ke dalamlah hutan belantara
(7)
Setengahnya
lagi berlarian temui Raden Samba
Yang
sedanglah beristirahat bersama prajuritnya
Maka Raden
Samba pun bertanya pada mereka:
“Wahai
para begawan pertapa, ada bahaya apa
Sehingga
berlarilah ketakutan sedemikian rupa?”
(8)
Maka
menjawab salah seorang begawan pertapa:
“Ya raden,
seperti kejadian yang lalu, kami semua
Akan
dibinasakanlah oleh segala raksasa denawa
Yang
dendam sebab dikalahkanlah Raden Samba
Mereka
dipimpin Patih Pralemba, Patih Angkasa!”
(9)
Mendengar
penuturan dari salah seorang pertapa
Raden
Samba pun tahulah, bahwa Patih Pralemba
Dan Patih
Angkasa telah dikembalikan nyawanya
Oleh Raja
Boma dengan Kembang Wijaya Kusuma
Anugerah
dari sang ayahnya Prabu Betara Kresna
(10)
Sementara
pasukan Raksasa yang sudah berada
Di hadapan
Raden Samba serang Raden Samba
Secara
dadakan dengan panah-panah berbisanya
Untunglah
tiada bisa melukai tubuh Raden Samba
Karena ia
pun dianugerahi kesaktian oleh ayahnya
(11)
Maka menteri hulubalang pasukan Raden Samba
Pun
membalas serangan pasukan raksasa denawa
Dengan
panah-panah sakti pula sehingga mereka
Banyaklah
yang mati dan pasukan raksasa denawa
Mundur
kabur berhamburanlah selamatkan dirinya
(12)
Menyaksikan
pasukan daratnya tiada lagi berdaya
Banyak
yang tewas, maka pasukan raksasa denawa
Yang ada
di udara pun datang membantu mereka
Menyerang
dari udara dengan lesatkan panahnya
Yang buat
pasukan Raden Samba terdesak jadinya
(13)
Beruntunglah
ada seorang pertapa tua lanjut usia
Tapi
tandangnya sungguh amat sakti mandraguna
Masuklah berbaur
dengan pasukan Raden Samba
Ikut
serang pasukan raksasa lewat senjata saktinya
Berupa
tongkat terbang berputar laksanalah cakra
(14)
Maka
tongkat itu pun banyak membunuh raksasa
Demi
melihat prajuritnya banyak yang mati, maka
Patih
Pralemba pun betapa sangatlah jadi murka
Lalu dia
pun naik ke atas gajah perangnya seraya
Masuk engamuk
ke dalam pasukan Raden Samba
(15)
Lalu lepas
panahnya bunuhi prajurit Raden Samba
Hal itu
membuat Patih Suranata dan Patih Surama
Menjadi
teramatlah marah berang tiadalah terkira
Begitulah
pula dengan Raden Samba Prawirajaya
Maka ia
berkata kepada Begawan Karanda Dewa:
(16)
“Wahai
Paman Begawan, temanilah kekasih hamba
Dewi
Tunjung Sari ini, sebab hamba hendak segera
Bunuhlah
Sang Patih Pralemba dan Patih Angkasa!”
Maka menjawablah Sang Begawan Karanda Dewa:
“Baik
Raden, titah hamba junjunglah di atas kepala!”
(17)
Raden
Samba Prawirajaya lalu naiklah keatas kuda
Segera
dipacunya mendekati Sang Patih Pralemba
Dewi
Tunjung Sari tangisi kepergian Raden Samba
Dia takut
pujaan hatinya Raden Samba Prawirajaya
Tewas
dibunuh Patih Pralemba dan Patih Angkasa
(18)
Melihat Dewi
Tunjung Sari tangisi Raden Samba,
Begawan
Karanda menghiburnya seraya berkata:
“Wahai
Dewi, janganlah khatirkan Raden Samba
Karena dia
itu putera Raja Prabu Betara Kresna
Yang
kesaktiannya telah diturunkan kepadanya!
(20)
Denawa itu
tiada dapat kalahkan Raden Samba
Menentang
matanya saja, pun tiada juga bisa!”
Mendengar
penjelasan Begawan Karanda Dewa
Dewi
Tunjung Sari baru merasa tenang hatinya
Adapun Sang
Patih Pralemba dan Patih Angkasa
(21)
Yang
melihat kedatangan Raden Samba Prawira
Merasalah
tercengang-cengang seketika itu juga
Berkatalah
Patih Pralemba kepada Raden Samba:
“Wahai
manusia, amatlah bagus kau punya rupa
Tetapi
sayang akan mati olehku Patih Pralemba!”
(22)
“Hm, apa
kau sudah tak ingat wajahku Pralemba,
Akulah
Raden Samba putera Prabu Betara Kresna
Yang akan
membunuhmu bersama Patih Angkasa
Dan kali
ini kau tak akan hidup ‘tuk kedua kalinya
Sebab
panah saktiku anugerah dari Wisnu Dewa!
(23)
Kedatanganku
kemari atas titahlah Betara Kresna
Untuk
bunuhlah kalian berdua beserta bala tentara
Kalian
yang telah binasakan para begawan pertapa
Yang ada
di gunung Jingga dan gunung Angkasa!”
Mendengar perkataan
Raden Samba Prawirajaya
(24)
Amat marahlah Patih Pralemba dan Patih Angkasa
Patih
Pralemba pun mengeluarka senjata trisulanya
Yang
terbuat dari besi berani kemudian ditikamnya
Raden
Samba tapi bisa ditangkis dengan perisainya
Patih
Pralemba pun semakin penasaran dibuatnya
(25)
Maka ia
pun mengeluarkan senjata gada saktinya
Raden
Samba tak mau ambil resiko, maka segera
Ambil
senjata cakranya lalu dilontar ke arah gada
Patih
Pralemba, maka gadanya patahlah seketika
Demi melihat
gadanya itu patah, Patih Pralemba
(26)
Melompat ke arah sebatang pohon kayu raksasa
Mencabutnya
lalu dilempar ke arah Raden Samba
Raden
Samba panahlah pohon kayu yang berada
Di lengan
Patih Pralemba, maka lepaslah seketika
Batang
kayu terlempar dari tangan Patih Pralemba
(27)
Patih
pralemba keluarkan senjata Samoga-moga
Lalu
terbang ke udara tak bisa dilihat Raden Samba
Maka Raden
Samba merapal mantra aji Elang mata
Seketika
itu juga tampaklah oleh mata Raden Samba
Sang Patih
Pralemba sembunyi di balik awan Jingga
Lalu turun
secepat kilat hendak tikam Raden Samba
(28)
Dengan
senajata saktinya bernama Samoga-noga
Maka
senjata sakti Samoga-moga Patih Pralemba
Kemudian
dipanah oleh Raden Samba Prawirajaya
Dengan
panah sakti pula bernama Alam Merdana
Hingga
patah lalu tembus ke dada Patih Pralemba
(29)
Maka
tewaslah Patih Pralemba pada saat itu juga
Sementara
Patih angkasa makin keras tandangnya
Demi
Melihat rekannya Patih Pralemba itu perlaya
Maka Patih
Angkasa pun menjadi teramat murka
Bersama
pasukannya mengamuk membabi buta
(30)
Amuk Patih
Angkasa bersama pasukan denawanya
Telah
membuat pasukan Raden Samba Prawirajaya
Banyaklah
yang tewas, maka Raden Samba segera
Panah
Patih Angkasa dengan panah Alam Merdana
Tepat
mengenai lehernya hingga tewaslah seketika
(31)
Setelah
melihat kedua patihnya ‘lah gugur perlaya
Maka pasukan
Patih Pralemba dan Patih Angkasa
Lari
cerai-berai entah kemana selamatkan dirinya
Ada yang
masuk ke dalam hutan rimba belantara
Ada pula
terbang kembali ke negerinya Trajutrisna
(32)
Setelah
demikian maka Raden Samba Prawirajaya
Pun
bermohon kepada segenap Begawan Pertapa
Untuk
kembalilah ke keretanya dimana di sana
Sedang
menanti Dewi Tunjung Sari kekasihnya
Ia ditemani oleh Sang Begawan Karanda Dewa
(33)
Setelah
sampai pada keretanya, Raden Samba
Langsung
bopong sang kekasih belahan jiwanya
Diciumnyalah
Dewi Tunjung Sari seraya berkata:
“Mengapakah
wajah dinda jadi bermuram durja
Dan
nampaknya teramat cemaslah begitu rupa?”
(35)
Maka Dewi Tunjung
Sari berkata: “Iya Kakannda,
Betapa
adinda itu mencemaskan kakanda, karena
Adinda
melihat gigi caling dari raksasa itu laksana
Taring
gajah saja, dan betapa takut dinda apabila
Kakanda
itu kalah dimangsa oleh Patih Pralemba
(36)
Maka Raden
Samba ciumlah kembali kekasihnya
Dewi
Tunjung Sari dengan teramatlah mesranya
Seraya
berkata: “Duh... dinda, betapa bahagianya
Hati kanda
karena dinda amat kasih pada kanda!”
Setelah
berkatalah demikian, maka Raden Samba
(37)
Segera
perintahkan pada Begawan Karanda Dewa
Patih
Suranata, dan Patih Surama agar secepatnya
Kerahkan
menteri, hulubalang dan prajurit semua
Mulai
melangkah berjalan sambil menabuh segala
Bunyi-bunyian
genderang dan bende tanda suka
(38)
Sementara
para pertapa beri hormat Raden Samba
Dan mereka
memuj-muji Raden Samba oleh karena
Selamatkanlah
mereka dari tindakan biadab raksasa
Yang telah
menindas dan binasakanlah para pertapa
Setelah
itu mereka kembali ke tempat pertapaannya
Kamis
, 29 Oktober 2018
Pukul
: 08:03 WIB
REFERENSI
:
Balai
Pustaka, “Sang Boma”
Penerbit
: Balai Putaka 1978