Blog Ki Slamet 42:
"Sajak Puisi Ki Slamet Priyadi 42"
Minggu, 18 Nopember 2018 - 02:41
"Sajak Puisi Ki Slamet Priyadi 42"
Minggu, 18 Nopember 2018 - 02:41
BOMANTARA |
Ki
Slamet Priyadi 42 :
“SANG BOMANTARA”
Pupuh
XXI ( 1-60 )
21. Bertemu Dengan Kekasih
Yang Merindu
(1)
Alkisah diceritakanlah oleh yang empunya
cerita
Perginya Dewi Nila Utama jemput Raden Samba
Membuat Dewi Januati amatlah sedih tak
terkira
Ia sungguh menyesal karena dalam
perkiraannya
Dewi Nila Utama tiada kembali, maka ia
berkata:
(2)
“Duh kanda Dewi Nila Utama, mengapa kakanda
Begitu lambatlah jemput kakanda Raden Samba?
Jika kamu tidak berhasil membawa Raden Samba
Maka niscaya aku lebih baik mati bunuh diri
saja
Daripada rasakan rindu yang tiadalah
habisnya!”
(3)
Konon segala pohon-pohon serta bunga-bunga
Di sekitar istana kaputren itu pun turut
berduka
Daun-daunnyapun berguguran seketika itu juga
Begitulah dengan segala bunga-bunga yang ada
Menghampar tiada harum semerbak lagi baunya
(4)
Dalam rasa duka Dewi Januati bergaun
seadanya
Berkain jingga biru, bergelangkan emas
permata
Itupun tiada hilangkan akan kecantikan
parasnya
Ketika malam tiba ia pun duduklah sendirian
saja
Di atas batu yang berada di bawah pohon
Asoka
(5)
Dewi Januati pandang para dayang
bersuka-cita
Bermain-mainlah di bawah sinar sang purnama
Ada yang menari, ada yang mengidung asmara
Semuanya itu hibur Dewi Januati yang berduka
Namun segala keindahan sang cahaya purnama
(5)
Membuat hati Dewi Januati rasa gundah gulana
Makin merindukan akan dia sang pujaan
hatinya
Dewa Darma yang menjelma pada Raden Samba
Hati Dewi Januati jadi terlalu amatlah pilu
hatinya
Rasa rindu merindu ingin bertemu Raden Samba
(6)
Sementara
Raden Samba yang sedang bersama
Dengan Dewi Nila Utama terbang ke
Trajutrisna
Menemui Dewi Januati berkata pada Nila
Utama:
“Wahai dinda, saya ini seperti mengambil bunga
Di dalam duri, jika saya mendapatkan
bunganya
(7)
Niscaya akan tertusuk duri jemari tangan
saya!”
Maka jawablah Dewi Nila Utama seraya
katanya:
“Adapun yang mengawal Dewi Januati bernama
Nila Suri serta segala menteri hulubalang
istana
Kira-kira sebanyak lima ratus orang
banyaknya!”
(8)
Lalu Dewi Nila Utama melanjutkan
kata-katanya:
“Mereka semua terdiri dari para raksasa
denawa
Siang hingga malam menjaga istana
Bomantara!”
Raden Samba tersenyum di kulum lalu ia
berkata:
“Jika hanya sebanyak lima ratus orang
jumlahnya
(9)
Itu tiada saya indahkan lagi keberadaan
raksasa
Hayo Dewi nila Utama, pertemukan saya segera
Dengan dinda Dewi Januati karena tentu saya
Telah dinanti-nanti dan amatlah
dirindukannya
Bilamana saya sudahlah dipertemu dengannya
(10)
Maka puaslah saya. Adapun bila kelaklah saya
Haruslah mati di tangan Maharaja Bomantara
Tentu itu sudah menjadi kehendak dewata jua
Saya akan terima takdir saya itu dengan
rela!”
Kemudian keduanya pun turunlah dari udara
(11)
Demi dengar segala perkataan Raden Samba
Maka Dewi Nila Utama merasa kasihan hatinya
Lalu menggamit lengan Raden Samba Prawira
Diajaknya berjalan hingga sampai pintu
istana
Yang di sana banyaklah para raksasa denawa
(12)
Sedanglah berjaga-jaga dengan bersiap siaga
Maka berkata Dewi Nila Utama: “Raden Samba
Marilah kita masuk menyelinap ke dalam
istana
Mumpung segenap pengawal raksana denawa
Sedang bermain-main di bawah sinar purnama
(13)
Masuklah Raden Samba dan Dewi Nila Utama
dengan cara menyusup ke dalam istana Boma
Setelah berada di dalam, berkata Nila Utama:
“Raden, sebaiknya tunggulah di sini, biar
dinda
Memberi tahu dinda Dewi Januati agar supaya
(14)
Dewi Jnuati itu senang dan bergembira
hatinya
Tiadalah lagi ia selalu bermuram durjalah
saja!”
“Baiklah, dinda!” Jawab Raden Samba Prawira
Maka Dewi Nila Utama pun masuklah ke istana
Emas Sang Maharaja Bomantara itu maka di
sana
(15)
Nampaklah Dewi Januati duduk di atas geta
ratna
Rundukkan kepala panggil nama Dewi Nila
Utama:
“Wahai kanda Nila, kemanakah engkau
perginya?
Jika dinda tahu akan begini jadinya baiklah
dinda
Membunuh diri saja biarlah dinda matilah
segera!”
(16)
Ratap Dewi Januati itu didengar Dewi Nila
Utama
Yang kedatangannya tiadalah dilihat Dewi
Darma
Atau Dewi Januati. Maka Dewi Nila Utama
segera
Dekati Dewi Januati membujuknya seraya
berkata:
“Janganlanlah Dinda menangis oleh karena
kanda
(17)
Telah membawalah kemari kakanda Dewa Darma
Yang tak lain dia adalah Raden Samba
Prawirajaya
Putera Raja Dwarawati Sang Prabu Betara
Kresna!”
Demilah
mendengar suara Dewi Nila Utama maka
Menjadi amatlah terkejut Dewi Januati dibuatnya
(18)
Maka bertanyalah Dewi Januati serayalah
berkata:
“Sudah lamakah kanda Dewi Nila Utama ini
tiba?”
Berkata Dewi Nila Utama: “Baru saja kanda
tiba!”
Dimanakah dia, kakang Darma Dewa itu
kakanda?”
Tanya Dewi Januati seraya menolehkan
kepalanya
(19)
Mencari-cari sang kekasih yang amat
dirindunya
Tetapi tiadalah juga ada Raden Samba dilihatnya
Maka berkata lagi Dewi Januati denga
kerasnya:
“Duhai Kanda Nila Utama, dimana Darma Dewa
Adakah sekarang kanda Dewi bawa dia kemari?”
(20)
Maka jawab Dewi Nila Utama: “Tentulah dinda
Kanda bawa dia sebagaimanalah mimpi dinda
Dia bernama Raden Samba Prawirajaya putera
Betara Kresna yang peliharakan para
pertapa!”
Berkata Dewi Januati: “Duh Kanda Nila Utama,
(21)
Cepat kanda bawa Raden Samba Prawirajaya
Karena dinda ini sudah amat merindukannya!”
Maka Dewi Nila Utama pun menemui segera
Raden
Samba Prawirajaya serayalah berkata:
“Ayo mari kita masuk kakanda Raden Samba,
(22)
Dinda Dewi Januati pasti menantikan kanda!”
Raden Samba pun melangkahkanlah kakinya
Ia Berjalan di belakang ikuti Dewi Nila
Utama
Temui Dewi Januati yang duduk di atas geta
Setelah sampai, Berkatalah Dewi Nila Utama:
(23)
“Dinda Januati, kenapa masih menangis saja
Ini Raden Samba Prawirajaya kakanda bawa
Ke hadapan dinda Dewi Januati agarlah sirna
Sakit rindu-merindu yang telah siksa dinda!”
Demi melihat keadaan sang belahan jiwanya
(24)
Nampak matanya bengkak-bengkak karena
Sudah terlalu banyak keluarkanlah air mata
Menanggung beban rindu merindu asmara
Maka Raden Samba Prawirajaya pun segera
Hampiri Dewi Januati duduk di sampingnya
(25)
Lalu diciumnya Dewi Januati seraya berkata:
“Aduhai Dinda Dewi belahan jiwa Kakanda
Niscaya kakanda ini akan binasalah apabila
Lambat kiranya kakanda ini bertemu dinda.”
Maka rasa sakit rindu Dewi Januati pun sirna
( 26)
Ketika Raden Samba kembali cium keningnya
Dengan sepenuh perasaan cinta kasih mesra
Itu ingatkan Dewi Januati ketika Darma Dewa
Tinggalkan dirinya ketika pulas dalam
tidurnya
Terkenang peristiwa itu terasalah nyeri
hatinya
(27)
Melihat itu maka Raden Samba menghiburnya
Seraya katanya: “Aduhai belahan jiwa kakanda
Dewi Januati, kenapakah dinda menangis saja
Tak mau menegur kakanda yang temui dinda?
Kecewakah adinda pada kakanda oleh karena
(28)
Kakanda telah meninggalkanlah adinda ketika
Sedang tertidur pulas, pabila itu
penyebabnya
Maka mohonlah sangat, maafkan salah kanda
Sebab pada waktu itu kanda amatlah terpaksa
Karena dipanggil oleh Sang Mahawisnu Dewa
(29)
“Aduhai
adinda Dewi Januati kekasih kakanda,
Jika dinda tak mau jua maafkan salah kakanda
Maka
bunuhlah kakanda, orang yang berdosa!”
Sambapun cabut keris yang ada di pinggangnya
Lalu disodorkan pada Dewi Januati yang
segera
(30)
Tepis keris itu dari tangan Raden Samba
seraya
Berkata: “Mengapa dinda haruslah bunuh kanda
Karena semua sudah menjadi kehendak Dewata
Dan tak seorang pun yang bisa mencegahnya?”
Kata Dewi Januati seraya hapuslah air
matanya
(31)
Maka kata Raden Samba: “Aduhai belahan jiwa
Kanda Dewi Januati yang cantik seperti
kusuma
Niscaya kakanda akan mati jika tak lihat adinda
Tersenyumlah lagi untuk kakanda yang dilanda
Kasmaran hanyalah kepada adinda Dewi saja!”
(32)
Mendengar kata-kata bujuk rayu Raden Samba
Dewi Januati pun tersenyum senanglah hatinya
Lihat sang kekasih sudah mau tersenyum maka
Dengan perasaan gemas dipeluk dan diciumnya
Dewi Januati lalu dibawa masuk keperaduannya
(33)
Jelang siang barulah mereka keluar dari
biliknya
Kemudian keduanya pun segera mandi bersama
Setelah itu bersalin pakaian lalu masuk ke
istana
Duduklah di atas geta yang terbuat dari
permata
Diiring oleh para dayang-dayang berparas
jelita
(35)
Setelah para dayang-dayang lihat Raden
Samaba
Mereka menjadi tercengang keheranan
dibuatnya
Mereka semuanya memuji-muji ketampanan rupa
Wajah Raden Samba yang tiadalah bandingannya
Berkatalah
salah seorang dayang-dayang istana:
(36)
“Hm,
pantas jika puteri Dewi Januati tergila-gila
Pada Raden Samba yang amat tampan wajahnya
Keduanya itu pasangan yang selaraslah
adanya!”
“Iya, pantas saja tuan puteri menolak
Bomantara!”
Kata dayang lainnya seraya goyangkan
kipasnya
(36)
“Karena dia itu seorang raja raksasa buruk
rupa,
Meski ia seorang Maharaja tetapi raksasalah
jua
Sudah buruk rupanya jahatlah pula
perangainya
Membunuhi pertapa yang ada di gunung Jingga
Dan para pertapa yang ada di gunung
Angkasa!”
(37)
Berkata pula dayang lainnya: “Iya jangankan dia
Tuan Puteri Dewi Januati yang jelitalah
parasnya
Sedang saya saja tiada sudi kepada Raja
Boma!”
Maka semua dayang-dayang istana itu, mereka
Bersepakat akan abdikan diri pada Raden
Samba
(38)
Tiba-tiba ada salah satu dayang nyeletuk
berkata:
“Wahai dayang-dayang, coba kita bayangkan
jika
Raja Boma itu duduklah berdampingan bersama
Tuan puteri Dewi Januati, niscayalah si Raja
Boma
Laksana hantu yang tiada patut dipandang mata!”
(39)
Demilah mendengar perkataan itu maka semua
Dayang-dayang menjadi tertawa karena lucunya
Ketika mereka sedang membicarakan raja Boma
Salah seorang dayang yang paling tertua
berkata:
“Wahai kalian sekalian dayang-dayang
semuanya,
(40)
“Apa yang kalian katakan memang benar
adanya,
Tetapi jikalah semua itu diketahui para
mata-mata
Dan segenap menteri hulubalang Maharaja Boma
Niscayalah kalian ini semua akan mati
dibunuhnya
Sementara Raden Samba hanya seorang diri
saja!”
(41)
Dayang tertua itu pun melanjutkan
kata-katanya;
Apakah menurut pendapat kalian Raden Samba
Akan mampu lawan raksasa yang berlaksa-laksa
Jumlahnya, niscaya dia akan matilah
dibuatnya!”
Setelah selesailah dayang tertua itu
berkata-kata
(42)
Tak dinyana
seorang dayang dengan marahnya
Berkata: “Hai, dayang, dengar apa yang aku
kata
Daripada bertuankan Raja Boma raksasa denawa
Yang wajahnya bagai hantu lebih baik kita
semua
Matilah bersama-sama Raden Samba Prawirajaya
(42)
Daripada hidup tak senonoh bertuan Raja Boma
Yang buruklah rupanya, buruk pula perangainya
Hidup kita pun selalu dicekam ketakutan
selama
Bertuankan dia Sang Maharaja Bomantara
celaka
Apakah kalian sama sekali tidak
merasakannya?”
(43)
Raden Samba yang mendengar keluh-kesah para
Dayang-dayang istana merasa trenyuhlah
hatinya
Maka dia pun mengingatlah kembali akan
segala
Ilmu kadigjayaan anugerah dari ayahanda
tercinta
Paduka Maharaja Dwarawati Prabu Betara
Kresna
(44)
Setelah itu Raden Samba bawalah masuk
isterinya
Ke peraduannya seraya bersenda gurau
bercanda
Adapun dayang-dayang istana semuanya merasa
Kasih dan hormat pada Raden Samba
Prawirajaya
Begitu pula sebaliknya hingga Puteri Raja
Jantaka
(45)
Dewi Januati dan Raden Samba berkasihlah
mesra
Dengan aman meski mereka di istana Raja Boma
Adapun ketiga dayang setia Dewi Januati
mereka
Adalah Dewi Puspawati, Nila Utama, dan
Supraba
Berjaga di luar pintu bilik peraduan Raden
Samba
(46)
Sementara itu Raden Samba Prawira yang
berada
Di dalam bersama Dewi Januati memadu asmara
Merasa was-was sama sekali tiada tenang
hatinya
Maka pikirnya: “Hm, sudah terlalu aku ini berada
Di dalam istana raja raksasa Maharaja
Bomantara
(47)
Bagaimana jika nanti, segala hulubalang raksasa
Mengetahui aku dengan amat beraninya berada
Disini seorang diri, padahal mereka itu
semuanya
Rata-rata miliki ilmu kesaktian yang amat
digjaya
Niscaya aku akan mati di istana Maharaja
Boma?”
(48)
Setelah berpikir demikian itu, maka Raden
Samba
Berkatalah pada Sang Dewi Januati: “Duhai
dinda
Belahan jiwa kakanda, apa senangnya kita
berada
Di dalam istana yang semegah ini apabila tak
ada
Rasa bahagia yang bisalah kita nikmati
berdua?”
(49)
Demi mendengar kata Raden Samba Prawirajaya
Yang sedemikian itu maka Dewi Januati
berkata:
“Jika begitu, mari kita ke Gunung Emas,
kakanda
dan
nanti kita bermalam di sana bersama-sama
Dewi Puspawati, Dewi Nila Utama dan
Supraba!”
(50)
Pada saat itu hari pun mulailah menjelang
senja
Sang Dewi malam mulailah tampakkan wajahnya
Yang kuning kemasan menghiaslah langit akaca
Maka
Raden Samba bopong sang belahan jiwa
Pergi tamasya ke Gunung Emas bersama-sama
Dewi Puspawati, Nila Utama, dan Dewi Supraba
(51)
Setiba di sana nampak Gunung Emas bercahaya
Kuning kemilauanlah warnanya bagai emas saja
Karena segala permata, manikam, ragam puspa
Diterpalah kemilaunya cahaya candra purnama
Maka Raden Samba terus naiklah ke puncaknya
(52)
Sampai di puncak gunung Emas dilihatnya ada
Sebuah kolam yang terlalu indahlah buatannya
Dihias bermacam permata nan beraneka warna
Maka segala ikan-ikan berenanglah bersuka
ria
Diterpa cahaya candra, semakin indah rupanya
(53)
Di tengah kolam ada balai nan penuh estetika
Terbuat daripada gading indahlah dilihat
mata
Diiringi oleh dayang bidadari nan cantik jelita
Dewi Puspawati, Nila Utama dan Dewi Supraba
Samba pun Bopong Dewi Januati ke balai sana
(54)
Setiba di Balai Samba cium Sang Puteri
Jantaka
Seraya berkata: “Duhai Adinda, betapa
sukanya
Kakanda dapat bermain ke tempat yang betapa
Indah ini, serasa kakanda berada di
swargaloka
Sungguh wajah dinda laksana eloknya puspa!”
(55)
Maka kata Dewi Januati: “Duh, kakanda Samba
Jika saja kakanda mati, maka adinda juga
tiada
mau hidup lagi, dinda akan ikutlah kanda
saja!”
Dengar kata-kata Dewi Januati, Raden Samba
tersenyum lalu ia menciumlah kening
isterinya
(56)
Syahdan seketika Dewi Puspawati, Nila Utama
dan Dewi
Supraba pun serta segenaplah para
dayang-dayang datang bawakan bunga-bunga
maka hati Raden Samba merasa amat bahagia
begitu pula hati Dewi Januati amatlah
bahagia
(57)
Yang membuat suka Dewi Januati dan Samba
Ketika adalah seorang dayang yang membawa
Bunga serigading yang dirangkai laksana rupa
Seorang anak bayi laki-laki yang dibopongnya
Diberikan pada Dewi Januati dan Raden Samba
(58)
Setelah boneka itu diterima Januati dan
Samba
Maka dayang itu pun berkata: “Ya tuan Samba,
Dan Dewi Januati, ambillah anak kanda berdua
Sebab menangis saja ingin turut pada
paduka!”
Sambil terima boneka, keduanya pun tertawa
(59)
Maka segala dayang semuanya ikutlah tertawa
Setelah itu,
berkata Raden Samba Prawirajaya:
“Wahai paralah dayang-dayang istana semua,
Di gunung Emas ini kita Sudahlah cukup lama
Maka sudah waktunya kita kembali ke istana!”
(60)
Pendek cerita setelah itu Raden Samba segera
Bopong isterinya lalu kembali pulang
keistana
Setiba diistana dia bersama sang belahan
jiwa
Dewi januati masuklah ke dalam peraduannya
Ketiga dayang setia menjaga di luar kamarnya
Sabtu,
10 Nopember 2018
Pukul
: 12:45 WIB
REFERENSI
:
Balai
Pustaka, “Sang Boma”
Penerbit
: Balai Putaka 1978
Tidak ada komentar:
Posting Komentar