Karya: Slamet Priyadi
Meniti jalan setapak di kaki bukit Parigi
Di saat cahaya Surya sang Mentari pagi
Menelusup di celah - celah daun bambu
Di simpang kelokan jalan bertugu batu
Nampak dua ekor anjing berpadu satu
Saling ungkap
nikmatnya hasrat nafsu
Merasa terganggu sekali atas kehadiranku
Keduanya pun
menyalak keras ke arahku
Seperti lakukan
protes lalu berkata kelu,
“Wahai tuan, kami ini bukanlah sepertimu
yang masih memiliki etika dan rasa malu
Jadi, janganlah mengganggu kami di sini
Segera lewati jalan ini, jangan usik kami!”
Melewati gundukan semak jalan setapak
Di balik rimbun bambu dan pohon salak
Nampak dua ekor kera jantan dan betina
Sedang
ungkap libido hasrat senggama
Merasa terusik sekali dengan kehadiranku
Keduanya dengan wajah galak mata terbelalak
Menatap garang ke arahku seakan protes dan berkata,
“Wahai tuan, kami bukan sepertimu yang miliki etika
rasa malu
Jadi, lewati saja jalan ini! Dan, Jangan ganggu
kenikmatan kami”
Tak terasa waktu berganti, Sang Mentari pagi semakin meninggi
Aku teruskan melangkah meniti jalan setapak di kaki
bukit Parigi
Melewati kebun-kebun buah yang buahnya mulai ranum
memerah
Melewati
pematang sawah yang padinya mulai kuning sumringah
Ketika peluh basahi seluruh tubuh, dan rasa lelah
mulai mengeluh
Saat jalan merunduk menatap ilalang, dua wanita menyapa manja
Dengan tingkah menggoda yang sungguh mengundang hasrat
jiwa
Kedua wanita itu gandeng tanganku tanpa malu sambil
berkata-kata
“Wahai tuan kami tahu, tentu tuan seperti juga
tamu-tamu yang lain
Mampir di kedai kami! Di sini tersedia bermacam kopi
kehangatan
Kami pastikan akan sesuai dengan selera rasa yang tuan
inginkan!”
Aku henti berjalan,
rehat istirahat untuk kembali segarkan badan
Duduk santai di
kedai pesan secangkir kopi dan setatakan gorengan
Dengan sikap
kemayu pelayan kedai itu
buatkan kopi pesananku
Sambil
menawarkan kopi kehangatan
hasrat seks tak malu-malu:
“Tuan, tadi ada tiga
orang dari kota, sekarang pun masih di dalam
Biasa tuan, apakah tuan
juga berkeinginan sama seperti mereka?”
Ucap
perempuan pelayan kedai kopi itu sambil
tertawa cekikikan
Aku diam tak jawab pertanyaan itu, jiwaku jadi rasa
makin tertekan
Segera aku bayarkan
secangkir kopi dan gorengan yang aku pesan
Sambil menggerundel,“Benar-benar tak punya etika dan
rasa malu!”
Dan aku segera cepat berlalu melangkah pergi dari
kedai itu
Bumi Pangarakan, Bogor
Minggu, 08 Maret 2015 – 03 :46 WIB
Dengan sikap kemayu pelayan kedai itu buatkan kopi pesananku. Sambil menawarkan kopi kehangatan hasrat seks tak malu-malu: “Tuan, tadi ada tiga orang dari kota sama seperti, tuan! Biasa tuan cari belai-belai kehangatan, dan sekarang pun masih ada di dalam! Apakah tuan juga berkeinginan sama seperti mereka?”
BalasHapusSyukur Alhamdulillah di tahun ini Saya mendapatkan Rezeki yg berlimpah sebab sudah hampir 9 Tahun Saya bekerja di (SINGAPORE) tdk pernah menikmati hasil jeripaya saya karna Hutang keluarga Sangatlah banyak namun Akhirnya, saya bisa terlepas dari masalah Hutang Baik di bank maupun sama Majikan saya di Tahun yg penuh berkah ini,
BalasHapusDan sekarang saya bisa pulang ke Indonesia dgn membawakan Modal buat Keluarga supaya usaha kami bisa di lanjutkan lagi,dan tak lupa saya ucapkan Terimah kasih banyak kepada MBAH SURYO karna Beliaulah yg tlah memberikan bantuan kepada kami melalui bantuan Nomor Togel jadi sayapun berhasil menang di pemasangan Nomor di SINGAPORE dan menang banyak
Jadi,Bagi Teman yg ada di group ini yg mempunyai masalah silahkan minta bantuan Sama MBAH SURYO dgn cara tlp di Nomor ;082-342-997-888 percaya ataupun tdk itu tergantung sama anda Namun inilah kisa nyata saya