Kamis, 14 Maret 2019

Ki Slamet 42 : PROSA LIRIS "HIKAYAT PANJI SEMIRANG 3"

Blog Ki Slamet : "Sajak Puisi Ki Slamet 42"
Jumat, 15 April 2019 - 07;23 WIB

Image "Panji Semirang 3 (Foto: SP)
 
Prosa liris :
“HIKAYAT PANJI SEMIRANG 3”
By Ki Slamet 42

Racun Mematikan di Balik Bingkisan

Upacara perkawinan berjalan penuh kemeriahan
Antara Raden Inu Kertapati putra Raja Kahuripan
Dengan Galuh Candra Kirana putri ayu rupawan
Anak Raja Daha yang masih adik Raja Kahuripan

Upacara perkawinan berjalan penuh kemeriahan
Kini Galuh Candra Kirana telah sah jadi pasangan
Raden Inu Kertapati putra  Raja Gung Kahuripan
Keduanya hidup bahagia menikmati kemesraan

Rupanya romantika perputaran roda kehidupan
Teruslah bergerak berputar di sepanjang zaman
Kini kabagjan Puteri Daha dan Putera Kahuripan
Mendapat ujian yang amatlah mengkhawatirkan

Paduka Liku Selir muda Sang Baginda Raja Daha
Yang mempunyai watak buruk, pengadu domba
Mulailah ia memperlihatkan ketidaksenangannya
Atas pernikahan Inu Kertapati dan Candra Kirana

Ia merasa sakit hati karena melihat Candra Kirana
Kini semakin disayang oleh Sri Baginda Raja Daha
Sementara  putrinya,  Galuh Ajeng merasa dibeda
Padahal sesungguhnya tidaklah demikian adanya

Baginda Raja Daha itu justru lebih suka kepadanya
Segala apapun yang diminta oleh selir termudanya
Seketika itu diberikan tanpa menunggu lama-lama
Karena itulah selir mudanya ini semakin manja saja

Sedangkan Sri Baginda Raja Daha yang lemah hati
Yang selalu turuti hawa nafsu makin tak terkendali
Hanyut ke dalam senyum beracun bermanis gulali
Yang dihembus Paduka Liku selir muda pendengki

Pikiran jahatnya pun mencari akal bermuslihat keji
Untuk bunuh Galuh Candra Kirana atau Permaisuri
Puspa Ningrat secara sembunyi tanpalah diketahui
Niat jahatnya sudah bulat salah satu haruslah mati

Maka selir muda Paduka Liku pun membuat tapai
Makanan kesukaan Candra Kirana dan Permaisuri
Tapai itu sudah ditaburi racun yang berbisa sekali
Ditaruhnya tapai itu ke dalam bokor kencana asri

Lalu Paduka Liku memanggil para dayang istana
Menyuruh mereka untuk mempersembahkannya
Kepada Puspa Ningrat permaisuri utama baginda
Bokor itu diletakkan di atas talam emas  bersutra

Seorang dayang membawa talam emas bersutra
Diiringilah oleh dua orang dayang istana lainnya
Mereka pun berjalan gemulai tiadalah prasangka
Bahwa yang dibawa itu maut buat permaisuri raja

Mereka Para dayang-dayang dengan tenangnya
Berjalanlah menuju istana  Sang Permaisuri Raja
Dengan amatlah suka-cita sebab mereka merasa
Mendapatlah tugas kehormatan yang amat mulia

Pikir mereka,  siapa tahu Sang Permaisuri Baginda
Berkenanlah menganugerahkan mereka tanda jasa
Setiba di istana,  mereka duduk dengan sopannya
Duduk bersimpuh sembahkan tapai kesukaannya:

 “Permaisuri, hamba disuruh tuan putri Paduka Liku
Untuk persembahkan bingkisan ini kepada tuanku
Permaisuri sebagai tanda cinta kasih penuh rindu
Dari sang ananda Galuh Ajeng putri Paduka Liku!”

Permaisuri Puspa Ningrat tersenyumlah gembira
Melihat para dayang yang elok rupa santun pula
Seraya terima persembahan tanpalah rasa curiga
Sebab bingkisan tapai itu kandung racun berbisa

Setelah bingkisan diterima sang permaisuri utama
Kemudian mengembalikan kembali bokor kencana
Kepada ketiga dayang Paduka Liku selir raja Daha
Ketiga dayang mohon diri pada permaisuri utama

Betapa gembiranya Paduka Liku melihat utusannya
kembali tanpa ada sesuatu terjadi, hatinya berkata:
“Jika Galuh Candra Kirana yang sirnalah nyawanya,
Maka ‘kan kujadikan Galuh Ajeng pengganti Kirana

Jadi istri Raden Inu Kertapati yang sama cantiknya
Maka ia pun merancanglah siasat dengan putrinya
Galuh ajeng. Karena itu ia menyuruh dayang istana
‘tuk eluar dilarang masuk jika tak dipanggil olehnya

Di dalam puri  hanya ada Paduka Liku si selir muda,
Galuh Ajeng, dan seseorang yang sudah lanjut usia
Dia adalah paman dari Paduka Liku sendiri ternyata
Mereka berunding di salah satu bilik kamar rahasia

Maka berkata Paduka Liku sampaikan keinginannya:
“Paman, bantulah kami carilah pembuat guna-guna
Untuk membuat hati seseorang menjadi amat suka
Dan melemah hatinya agar kami janganlah dimurka

Jika perbuatan kami meracun Galuh Candra Kirana
Dan juga istri baginda Kahuripan permaisuri utama
Ketahuan dan terbongkarlah semua kejahatan kita!
Paduka Liku terdiam tarik nafas, lalu lanjutkan kata:

Sebaliknya, penenung itu bisa buatlah hati baginda
Raja Daha itu bertekuk lutut hatinya kepada saya !”
Begitu kata-kata selir muda meyakinkan pamannya
Sang paman setuju seraya anggukkanlah kepalanya

Setelah menerima bekal secukupnya dari selir muda
Sang paman pergi carilah tukang tenung guna-guna
Meskipun tugas itu terasa berat dan amat berbahaya
Tetapi dia tetap menjalaninya dengan ikhlas dan rela

Sang paman berjalan melintas bukit, hutan belantara
Mendaki gunung, melintas sungai yang berawa-rawa
Semua dilalui dan dijalani dengan sepenuh jiwa-raga
Tiada harap  semata rasalah kasih pada keponakannya

Tetapi didalam lubuk hati kecilnya ia berharap berdoa
Akan mendapatkan pangkat dari selir muda Raja Daha
Berkat keuletan, kesabaran, dan dia selalulah bertanya
Terus bertanya kepada setiap orang yang dijumpainya

Akhirnya sang paman temukan juga seorang pertapa
Di sebuah Pertapaan Sokalima di kaki gunung Brahma
Pertapa itu bernama, Ajar Sokalima yang kesaktiannya
Sudah terkenal di dalam bahkan di luar dusun Brahma

Tujuan kedatangan si paman ke Pertapaan Sokalima
Sudahlah diketahui Ajar Sokalima maka dia berkata :
“Hajat keponakan tuan akan dikabulkan oleh dewata
Tetapi perbuatan jahat akan menanggung resikonya!”

Setelah berkata demikian sang pertapa Ajar Sokalima
Buang sepah sirih lalu suruh si paman memungutnya
Seraya berkata: “Bungkus sepah sirih itu dengan perca
Atau sapu tangan, berikan sepah itu kepada selir muda

Dan sekarang paman boleh kembali ke negeri Daha!”
Sang Paman menuruti segala perintah Ajar Sokalima
Membungkus sepah sirih itu dengan sapu tangannya
Lalu disimpannyalah ke dalam saku ikat pinggangnya

Setelah itu sang paman mohon diri kembali ke Daha
Hati sang paman betapalah senang dan gembiranya
Ia berjalan siang malam meskipun lelah tiada dirasa
Karena ingin lekas serahkan sepah pada selir muda

Pendek cerita sampailah sang paman di negeri Daha
Dia langsung temui Paduka Liku di dalam puri istana
Yang ketika itu kebetulan sedang duduk sendiri saja
Sehingga ia pun dapat berbicara dengan leluasanya:

(32)
“Paduka Liku keponakanku, meski paman gembira
Karena  berhasil mendapat sepah sirih guna-guna
Tetapi masih ada satu kekhawatiran paman karena
Ajar Sokalima berkata bahwa kita ‘lah berbuat dosa

(33)
Kepada sang permaisuri utama dan Candra Kirana
Cepat atau pun lambat kita akan terima balasannya
Dari Dewata Agung, wahai Paduka Liku selir muda!”
Demikian si paman menyatakan kekhawatirannya

(34)
“Sudahlah, tak usah lagi paman banyaklah bicara
Karena dinding istana ini bermata dan bertelinga!”
Jawab Paduka Liku seraya sodorkan sejumlah harta
Kepada pamannya yang diterima dengan gembira

Paduka Liku cepat simpan sepah sirih guna-guna
Di bawah bantal dalam bilik kamar peraduannya
Apabila sang ular kobra bisa senyumkan wajahnya
Maka dialah itu Paduka Liku selir muda Raja Daha

Di balik senyum yang menggundang hasrat renjana
Kiranya tersembunyi racun yang teramatlah berbisa
Ular kobra yang suatu saat di mana saja, kapan saja
Bisa mematuk mencabut nyawa dengan leluasanya

Paduka Liku duduk sejenak lalu rebahkah tubuhnya
Di dalam bilik peraduannya, ia merasalah gembira
Memikirkan kemenangan yang bakallah dicapainya
Karena satulah tujuannya binasakan Candra Kirana

Atau sang permaisuri utama Sri Baginda Raja Daha
Yang juga merupakan saingannya dalam berkuasa
Menguasai jiwa dan alam pikiran Sri Baginda  Raja
Yang kini nyata mulai nampak berpihak kepadanya

Hanya satu niatnya, kepentingan diri itu yang utama
Sedang kepentingan orang lain itu yang nomor dua
Dan kemenangan pastilah akan berada di tangannya
Jika berkuasa hidup pasti mewah, megah berwibawa

Paduka Liku merasa percaya diri dan kuat segalanya
Berkatlah sepah sirih dari pertapa sakti Ajar Sokalima
Ia amatlah percaya pada kekuatan hikmat guna-guna
Ia menanti kabar menggemparkan dari kerajaan Daha


— Slamet Priyadi 42 —
Jumat, 15 Maret 2019 – 07:00 WIB

PUSTAKA :
S. Sastrawinata, “Panji Semirang”
Balai Pustaka 1986

Tidak ada komentar:

Posting Komentar