Jumat, 27 November 2015

"KUAK JALAN SETAPAK DI KAKI GUNUNG SALAK" Karya : Ki Slamet 42

Image "G.Salak" ( Foto: SP)
Gunung Salak

KUAK JALAN SETAPAK
DI KAKI GUNUNG SALAK
Karya : Ki Slamet 42

Prak-kemepryak bunyi kayu sandal bakyak
Ketika kaki langkah di jalan kecil setapak
Saat Senja temaram di kaki Gunung Salak
Yang di sisi kiri dan sisi kanannya banyak
ditumbuhi rimbunnya pohon-pohon salak

Sekor anjing alas lolong panjang menyalak
Larilah kencang gancang menguak gasak
Di antara gerumbul gumuk semak-semak
Kejar babi hutan yang seruduk-seradak
Berlari ngos-ngosan ngegerusuk-gerasak

Suara petir gelegar keras sambut berarak
Sambar pohon tinggi yang hangus tergasak
Tumbang terjengkang tak bisa lagi berpasak
Menimpa babi hutan yang histeris berteriak
Hilang nyawa, anjing alas menatap terbelalak

Sementara hujan lebat pun turun semarak
Basahi jalan setapak yang becek berdecak
Hambatlah langkah jalanku dalam melacak
Tuk mencari dan temukan lagi jiwa rancak
Yang lama sirna sembunyi di pinggang kacak

Bumi Pangarakan, Bogor
Sabtu, 28 November 2015 – 05:53 WIB

Jumat, 13 November 2015

“MAKA KIBASLAH SEGALA CARUT MARUT” Karya : Ki Slamet 42

Image "What?" (Foto: SP)
"What?"

“MAKA KIBASLAH SEGALA CARUT MARUT”
Karya : Ki Slamet 42

Nun jauh di atas bukit ada sepasang burung perkutut
Nengger mesra di atas ranting pohon yang kering akut
Di saat pagi hari nan cerah berselimut gumpalan kabut
Nampak saling berlolohan kepalanya manggut-manggut
Tak sadar sanca manuk menjalar siap santap memagut

Beruntung mujur masihlah limpahi sepasang perkutut
Sebab datang seekor elang rajawali layang menjemput
Cengkeram kencang tubuh sanca manuk hingga maut
Perkutut pun manggung rasa senang di wajah seraut
Ucap ribu-ribu terimakasih pada rajawali lepas puput

Sepasang kutilang bernyanyilah riang berkemat-kemut
Salam selamat pada sobat perkutut selepas dari maut
Mereka bersama senandungkan lagu tiada mau susut
Tentang gema persahabatan yang terus dijaga diurut
Dalam naung sang rajawali sakti tiada ada rasa takut

Maka, sang kutilang terbang bersama sang perkutut
Melintasi bukit nan kering berapi asap lahan gambut
Terasa jadikan negeri pun carut-marut kalang kabut
Tapi kembali sang rjawali datang menjemput sambut
Kepakkan sayapnya, kibaskan carut di segala sudut

Bumi Pangarakan, Bogor
Sabtu, 14 November 2015 – 06:WIB

Sabtu, 07 November 2015

“SAAT ATMA GUNDAH GULANA” Karya : Ki Slamet 42


“SAAT ATMA GUNDAH GULANA”
Karya : Ki Slamet 42

Aku curah isi batin ini  saat merenung diri
Di  sisi tepi kali Bogowonto yang sunyi sepi
Saat merona sang Surya pagi  cerah berseri
Nan bercahaya kemilau sinari Dewi Pertiwi

Kusandarkan tubuh di batang pohon tinggi
Daun di ranting sonokeling  layang ke bumi
Aus terhembusi angin sepoi-sepoi  pagi hari
Menerpa wajah sumringah senanglah di hati

Pulpen hitam di lenganku terus menari-nari
Susun kata-kata jadikan kalimat penuh arti
Tentang kejadian alam yang terus bernyanyi
Senandungkan nada-nada indah makna asri

Riak air alir Bogowonto suarakan do sol mi
Ada  ular besar jalar di belukar pinggir kali
Lalu melingkar sebentar mata nanar dekati
Mulutnya mendesis ke arahku ba’ nasehati:

“Cucu, ada tujuan apa berada di tempat ini?
Sejak malam hingga pagi  tak beranjak pergi
Bermenung saja seorang diri di tempat sepi
Tiadakah cucu sadar bahaya selalu menanti?”

Mata nanar ular dan  desisnya yang ngegirisi
Buat jantung berdebar, mengetar-getar hati
Aku baca mantra sawer ular tenangkan diri
Sebab tahu dia Ki Bogowonto penguasa kali

“Maaf  mbah, tiada tuju apa-apa aku kemari
Lain ‘tuk curahan jiwani lewat tulisan puisi
Rekam geliat alam kampung halaman sendiri
Yang sudahlah lama sekali aku tinggal pergi”

 Rupa wadaklah ular penguasa kali  berganti
Seorang tua berkumis, berjenggot putih asli
Mengenakan pakaian tradisi  ethnik Jawani
Bersapa lemah lembut penuh rasa mengasihi

“Cucuku,  melihat dari wajah lekuk di dahi
Kau pasti keturunan seorang guru mengaji
Ki Martosedono yang dahulu di Luano sini
Jika begitu, terus bermesu diri lewat puisi!”

Begitulah pesan nasehat sang penguasa kali
Ki Bogowonto yang sebentarpun sirna pergi
Hilang secara gaib tiadalah ada nampak lagi
Kemudian kulanjutkan ungkap-curah jiwani

Pulpen di jemari kembali lincah menari-nari
Berkisah tentang peristiwa alam spritualiti
Yang hingga kini  masih ngiang di mata hati
Gambaran damainya alam bahagianya jiwani

Kp. Pangarakan, Bogor
Minggu, 08 November 2015 – 08:01 WIB