Sabtu, 20 Juni 2015

“MENERABAS BELANTARA JIWA” Karya: Ki Slamet Priyadi

Image "Ki Slamet 42 ( Foto: SP )
Ki Slamet 42

“MENERABAS BELANTARA JIWA”
Karya: Ki Slamet Priyadi

Meski aku tak bisa mencari dan memilih kata-kata indah
Tapi aku ungkap jua jiwa nan lara ini lewat  puisi gundah
Tentang gulananya hati yang terus saja berjalan lelampah
Menerabas hutan belantara jiwa mengajakku bersumpah
Untuk tetap tegar melangkah  di jalan kebenaran Ilahiah
Walau aral melintang, merintang,  hadang gerak batiniah
Menuju ke marga ridhanya Allah, Tuhan yang kusembah

Lalu ku arungi luasnya samudra, selami dalamnya segara
Laksana Sang Bima Anta Sena mencari sari tirta prawita
Lalu aku daki gunung, terabas lebatnya hutan belantara
Seperti Sang Bima Sena labrak Rukmuka dan Rukmakala
Dua raksasa penguasa belantara  di  gunung Reksamuka
Pemangsa kebaikan,  kejujuran, pengajak kesesatan jiwa
Penyebar nafsu jahat, dan pelaku segala angkara murka

Dalam langlang kembara menguak terabas belantara jiwa
Aku rindukan  ma’rifatullah,  jauh dari hiruk-pikuk dunia
Menyepi mesu diri untuk belenggu segala nafsu jiwa raga
Mampu dan bisa atasi menahan diri dari nafsu lawwamah
Mampu dan bisa mengatasi, tahan diri dari nafsu sufiyah
Mampu dan bisa mengatasi, tahan diri dari nafsu amarah
Mampu dan bisa mendorong kuatnya nafsu muthmainnah

Saat jiwa raga rasakan lelah, maka aku kembali ke rumah
Dengan berbekal sikap perilaku jiwa yang bersih batiniah
Aku langkahkan kaki,  turuni gunung, bukit, dan lembah
Kembali menerabas belantara, seberangi segara rohaniah
Sesampai di sana, keluargaku menerimaku dengan ramah
Aku rasakan,  seperti ada keajaiban rahmat dan hidayah
Ketenangan, kedamaian, dan berkah yang melimpah ruah

Bumi Pangarakan, Bogor
Sabtu, 21 Jun. 15 – 2:59 WIB

Jumat, 19 Juni 2015

“LAKSANA KOBAR API DAHANA” Karya: Ki Slamet 42

“LAKSANA KOBAR API DAHANA”
Karya: Ki Slamet 42

Aku lalui jalan yang berliku penuh onak duri
Berkelak-kelok atmaku pun gamang tak pasti
Bagaikan merajut sembilu rasakan pilu di hati
Tapi tetap kan kujalani meski apa pun terjadi

Maka,  aku pun terus berjalan tatap ke muka
Menggibas terabas, lebatnya hutan belantara
Mendaki bukit, lembah, ngarai, dan paya-paya
Arung seberangi sungai, dan luasnya samudra

Aku masih melanglang kembara ke mana-mana
Puaskan galau rasa dan atma nan membahana
Yang tak pernah mau henti bergelora di  dada
Yang terus berkobar, laksana bara api dahana

Akhirnya aku sadari,  semakin bertambah usia
Raga tak mampu dan tak bisa lagi topang jiwa
Semakin usia bertambah, makin melemah raga
Tapi atma dan rasaku terus bergelora di dada

Meski raga terasa lelah, dan semakin melemah
Aku tekad bulat gelorakan semangat marwah
Tetap kembara kelola anugerah profesi ranah
Hingga sampai,, di ujung temali batas lelampah

Bumi Pangarakan, Bogor
Kamis, 19 Jun. 15 – 7:50 WIB

Rabu, 17 Juni 2015

DUA BUAH PUISI KARYA KI SLAMET 42


“HENING CIPTA PIJAKAN ROHANI JIWA”
Karya: Ki Slamet 42

Samadi adalah hening cipta tuk mencari sasmita
Perihal warta batin di masa lampau dan di muka
Untuk dijadikan kuatnya dasar pijak rohani jiwa
Dalam hadapi bermacam godaan alam mayapada
Dimana kemewahan harta adalah derajat utama

Tetapi manusia acapkali seringlah lupa dan alpa
Sangat gandrung bahkan menjadi linglung harta
Melakukan kekutug, sesaji dan membakar dupa
Memohon kepada para lelembut dan roh Tetua
Agar ajeg terjaga segala derajat kewahan dunia

Berkasak-kusuk di belakang menusuk cari muka
Pandai bersilat lidah, dan berlembut tutur kata
Berkumat-kamit mantrai aji mumpung jala sutra
Agar semua tak berkutik tak bisa buat apa-apa
Terbelenggu dalam kelemahan atas pengaruhnya

Padahal hidup di alam maya hanyalah sementara
Segala harta, kemewahan, dan jabatan kan sirna
Yang hanya nikmat di awalnya, samsara akhirnya
Maka janganlah berbangga dan berbusung dada
Pabila Tuhan murka yang kau miliki sirna semua

Maka bersamadilah berhening cipta cari sasmita
Renungkan segala perilaku lampau  nan angkara
Untuk melangkah ke depan dalam putihnya jiwa
Terejawantah di  dalam tingkah polah laku raga
Yang selalu akan memancar di mana saja berada

Bumi Pangarakan, Bogor
Rabu, 17 Juni 2015 – WIB


“DIGANGGU HANTU JAIL”
Karya: Slamet Priyadi

Di Saat aku terjaga dari tidur lelap di perut malam
Aku buka sedikit gordyn jendela, gulita mencekam
Mataku menatap ke luar, di sana ada bayang hitam
Berkelebat di antara pepohonan, hati terasa seram

Tiba-tiba ada suara ba’ benda jatuh di atas genting
Jatuh tepat menggelinding seperti ada  di  samping
Perasaan seram, membuatku takut jalan berkeliling
Maka aku biarkan saja lanjutkan tidur juput guling

Jam dua tengah malam, saat aku sedang tulis puisi
Ada suara seperti memanggil nama istriku satu kali
Dari luar rumah sambil ketuk pintu dapur tiga kali
“Bu! Tok, tok, tok,” persis suara anakku yang pergi

Maka aku segera bangkit,  langkahkan kedua kaki
Menuju dapur ‘tuk buka pintu yang masih dikunci
Lalu kubuka pintu dapur, tetapi apa yang terjadi?
Di  luar tak ada siapa-siapa, bulu kudukku berdiri

Sudah tiga hari ini, setiap pukul dua tengah malam
Hantu jail, ganggu aku terus di saat menulis kalam
Tapi, ekspresi rasaku tentu tak akan bisa diredam
Hanya dengan menteror jiwa agar terus terpendam

Bumi Pangarakan, Bogor
Minggu, 14 Juni 2015 – 11:WIB






Jumat, 12 Juni 2015

“MISTERI ORANG GILA” Karya: Ki Slamet 42


“MISTERI ORANG GILA”
Karya: Ki Slamet 42

Orang gila tua  itu bertubuh kurus dan kumal
Wajah lusuh  penuh peluh kotor dan  berdaki
Rambut  gimbal  dipenuhi  debu menggumpal
Berbaring di emper toko Indomaret yang sepi
Di tepi jalan macet jalan raya Ciawi-Sukabumi

Sejak  aku mulai berangkat kerja pagi hari tadi
Hingga sampai aku pulang kerja di sore hari ini
Orang gila itu masih tak pernah beranjak pergi
Tak ada satu pun orang mau peduli dan empati
Pada orang  gila itu yang  nampak kurus kering

Sementara Jalan Raya Ciawi-Sukabumi sore hari
Kemacetan kendaraan semakinlah menjadi-jadi
Dipenuhi ratusan  kendaraan kampanye legislasi
Yang berputar lalu balik  arah sampai berkali-kali
Di sela-sela kendaraan orang gila itu aku hampiri

Aku sapa orang gila itu tapi tetap diam membisu
Hanya matanya saja yang  mendelik menatapku
Seperti  heran  ada  orang  yang memperhatikan
Dengannya orang gila yang tiada bermasa depan
Di emper toko Indomaret SPN Lido tanpa teman

Berapa  saat  kemudian  ia pun  duduk  senderan
Masih diam matanya menatap kosong ke depan
Tiada peduli  macet dan  suara bising kendaraan
Meski Hatiku berdebar gentar ada rasa sungkan
Ku beranikan duduk di sisiya ajukan pertanyaan

“Sedari pagi di sini,  apakah bapak sudah makan ?”
Orang tua gila itu tetap diam tak jawab pertanyaan
Hanya menggeleng-gelengkan kepalanya perlahan
Dan, kuambil dari dalam tas nasi rames bungkusan   
Lalu kepada orang tua gila itu nasi rames kuberikan

Pak, ini ada sebungkus nasi rames, silahkan dimakan
Orang gila tetap diam kepalanya digeleng-gelengkan
Berkata dengan terbata-bata, suara bicaranya  pelan
Nak, terimakasih atas segala kebaikan dan perhatian
Tapi sungguh,  bapak sudah tak butuh makan,  nak !

Dengar jawaban seperti itu, aku benar-benar heran
Dan menjadi tak habis pikir, “oya... begitukah, pak?
Jikalau demikian,  ini ada sedikit uang untuk bapak,
Barangkali ini akan bermanfaat untuk bapak kelak!
Aku ambil  uang seratus ribu dari dalam dompetku

Lagi-lagi,  aku menjadi dibuat heran tak habis pikir
orang gila tua itu tolak uang dariku seraya berkata,
“Nak, terimakasih! Bapak sudah tak butuh apapun
Dan baiknya,  berikan saja uang itu untuk keluarga
Semoga anak diberikan rizqi berlimpah dari Tuhan”

“Jika demikian adanya, saya mohon maaf, lho pak!
Atas sikap saya  telah membuat bapak tersinggung
Rumah saya di  dekat sini pak,  saya kembali dulu.”
“Oya,  terimakasih atas perhatiannya, selamat jalan!
Setelah berkata demikian itu, aku pun segera berlalu

Tapi baru tiga langkah kutinggalkan  orang tua gila itu
Seorang yang melihatku berbicara bertanya padaku,
“Maaf,  pak!  Tadi bapak sepertinya bicara sendirian,
 Dengan siapakah tadi bapak berbicara  di emper itu?”
Mendengar pertanyaan itu, aku jadi terheran-heran

Dan, aku menjadi benar-benar heran dan penasaran,  
Segera menoleh ke belakang tatap ke arah emperan
Tempat tadi aku menyapa,  bicara dengan orang  gila
Dan di sana, aku melihat memang tak ada siapa-siapa
Aku tak habis pikir, merasa heran dan bertanya-tanya

Sebenarnya, siapakah dan kemanakah orang tua gila
yang hilang lenyap begitu saja, pergi entah ke mana?
Orang yang bertanya kepadaku geleng-geleng kepala
Sementara aku berdiri terpaku  jadi melongo  terpana
Sejenak baru aku menyadari dengan apa yang terjadi

Hi hi hi,  aku jadi tertawa sendiri merasa geli dalam hati
Karena ternyata aku sendiri yang menjadi orang gilanya
sebab duduk sendiri dan bicara sendiri di emperan toko
Persis  di depan gapura  Sekolah KepolisianNegara, Lido
Hingga kini orang  gila itu keberadaannya masih misteri

Bumi Pangarakan, Bogor
Sabtu, 06 Juni 2015 – 02:30 WIB