Sabtu, 28 Februari 2015

"SEMERAWUT DALAM KEMELUT" Karya Slamet Priyadi

Pertarungan Kerbau Jantan
Pertarungan Kerbau Jantan



SEMERAWUT DALAM KEMELUT
Karya Slamet Priyadi
Awan-awan mendung layang berarak di puncak gunung
Bersayap bulu-bulu hitam kelabu tanda alam berkabung
Derai linang air mata terus saja menetes tak bisa diurung
Sebab orang-orang kecil masih keras menjerit  meraung
Dimangsa buasnya hukum rimba terbelenggu terkurung
Dalam neraka kemelaratan yang terasa semakin kadung
Sementara  hutan-hutan  di  bukitpun semakin kerontang
Dibalak oleh pemangsa galak ditebang pemangsa garang
Yang tak henti-henti  menyerbu serang bahkan bersarang
Di  balik gerumbul gumuk hutan  rimbunnya dedaun uang
Bergelimang  kemewahan  bersuka ria bersenang-senang
Berenang di kolam air matanya orang-orang yang malang
Semerawut  kemelut  bursa kepemimpinan diayak-goyang
Mengusut-usut benang kusut kesalahan lampau diterawang
Saling dalih-berdalih kebenaran adalah taktik untuk menang
Mengatur  strategi  tarik-ulur laksana bermain layang-layang
Tiada pikir itu membuat  masyarakat dalam suasana gamang
Tertutupkan selimut politik  warna putih hitam suram garang
Dalam semerawutnya kemelut yang masih berekor panjang
Masih adakah harapan munculnya cahaya kemintang terang
Yang bisa sinari gelapnya nasib rakyat kecil bernasib malang
Yang melangkah lemah sebab dua kakinya tak lagi bertulang
Yang cuma mampu bergerak ngesot  ronta melalang melang
Menanti tulung-pitulung dari para pembijak para penopang
Kamis, 19 Februari 2015 – 19:35 WIB
Slamet Priyadi
Di Kp. Pangarakan, Bogor

KITA CENDERUNG LINGLUNG Karya Slamet Priyadi

Image "Denmas Priyadi" ( Foto: SP )
Denmas Priyadi
KITA CENDERUNG LINGLUNG
Karya: Slamet Priyadi

Saat  harta  benda  kita raib lenyap  sirna hilang
seketika itu pula pikiran jadi melang kerontang
Lungling, linglung, lunglai ba' rasakan digulung
Tak ada lagi yang bisa dimintai tulung pitulung
Dan kita hanya bisa merunut runut merenung

Tapi kadang keajaiban pun datang menjelang
  Saat atma  jauh  kembara  lalang-melanglang  
Serahkan  segala resah dan gundah melayang
Di alam sunyi sepi kosong hampa tiada terang

Dari alam yang tak kita kenal benda itu datang
Menyapa disaat kita berbaring di bale panjang
Berseloroh bertegur  sapa sambil berkata-kata
"Sejak kemarin aku di sini, wahai tuan lelaki tua
Sama sekali tak pernah berubah bentuk warna."

Dan, aku jadi tertawa, huaa, ha, ha, ha, ha, ha
Maafkan  aku  sang harta benda selimut dunia!
   Aku ini memang sudah  banyak  lupa dan alpa   
Bertumpuk  dosa  penuh  curiga  pada sesama

Minggu, 01 Febuari 2015 - 02:14
Pangarakan, Bogor 

MENAPAK TILAS ALAS PARIGI Karya Slamet Priyadi

Image "Slamet Priyadi" ( Foto: SP )
Slamet Priyadi
MENAPAK TILAS ALAS PARIGI
Karya: Slamet Priyadi

Sendiri  saja  menilas  alas  parigi  saat  malam hari
Ketika  semua  pergi  tak  ada  lagi  yang aku miliki
Meninggalkan  segala  harapan,  emosi dan ambisi
Dan,  hanyalah  berbekal semangat  kuatnya jiwani
Aku tilas jalan setapak nan gelap yang di kanan kiri
Ditumbuhi semak belukar dan  pohon-pohon tinggi
Seperti tingginya keangkuhan yang hiasi pigura hati
Yang masih lekat kuat menghasut mengajak nurani
tetap bergayut dalam kedumehan, kepongahan diri

  Cahaya Sang Dewi Malam yang kuning keemasan  
Menelusup  ruang-ruang  di  celah-celah dedaunan
Sinari  tubuhku  yang dingin seperti memberi pesan
“Wahai  tuan,  hati tuan masih berwarna kehitaman
Segala kepongahan, kecongkakan dan keangkuhan
Masih melekat kuat bersemayam di dalam hati tuan
 Dan, tuan harus berupaya keras lakukan perubahan 
Agar  hidup  tuan  menjadi putih tak ada penyesalan
Agar hidup  tuan  tetap  mengacu pada jalan Tuhan.”

Terus  berjalan langkahkan kaki sambil merenung diri
Pikirkan kata-kata bijak ajakan putih suci Sang Dewi
Dalam  wujud  sekelebat bayang kuning harum wangi
Seperti bau harumnya  aroma kembang warna-warni
Dari tumbuhan  bunga-bunga mewangi  di alas Parigi
Saat  semilir dingin  angin  sepoi-sepoi menjelang pagi
Merayap perlahan di perut malam yang kian sunyi sepi
Hantarkan kaki-kaki yang lunglai melangkah pun gontai
Dalam  lingkar  pusaran  kehidupan yang terus berganti

Akhirnya  aku  menyadari  bahwa kehidupan mayapada
Adalah  tempat singgahnya segala sikap angkara murka
Muncul dari  hitamnya  hati  yang  bersemayam di raga
Mengajak  nurani  jiwa  bergumul dalam noda dan dosa
Bercengkerama, bersinergi abadi  dalam hitam merona
Melanglang,  melayang-layang  kembara di  marcapada
Bersayapkan unsur alam air, api, tanah, angin dan udara
Yang selalu gerakgelorakan semangat rohani dan rohana

Kp. Pangarakan, Bogor
Sabtu, 28 Februari 2015 – 23:15 WIB